Silviana, Meyvita and Djannah, Durrotul and Wirastuti, Ken (2021) HUBUNGAN INTENSITAS NYERI DENGAN KUALITAS TIDUR PADA PENDERITA NYERI NEUROPATIK PERIFER DI POLIKLINIK SARAF RS ISLAM SULTAN AGUNG. [Experiment]
|
Text
2020_1614654125.pdf Restricted to Registered users only |
Abstract
Nyeri neuropati bisa didefinisikan sebagai nyeri abnormal baik yang terjadi akibat lesi pada sistem saraf perifer maupun sentral. Prevalensi nyeri neuropati adalah sekitar 1,5% dari seluruh populasi di Amerika Serikat. Beberapa penyakit dapat bermanifestasi nyeri neuropati,seperti trigeminal neuralgia, diabetic neuropathy, spinal cord injury, kanker, stroke dan degenerative neurological disease.1
Individu memerlukan tidur yang cukup untuk dapat berfungsi secara optimal. Menurut Foley, kualitas tidur yang baik pada usia dewasa adalah 7-9 jam perhari dan tidak mengalami masalah pada tidurnya. Gangguan tidur merupakan gangguan dalam jumlah, kualitas atau waktu tidur pada setiap individu. Gangguan tidur bukan hanya pada perubahan aktivitas sehari-hari, namun gangguan tidur juga dapat dipengaruhi beberapa faktor yaitu medis (penyakit) dan non-medis (gaya hidup). Tidur terdiri dari 2 fase yang berulang-ulang yaitu fase NREM yang terdiri dari 4 stase dan fase REM. Pada stase pertama fase NREM (penurunan gelombang alfa) menginisiasi tidur, dilanjutkan dengan stase kedua (gelombang otak mulai melambat dengan sesekali ada gelombang cepat), dan stase ke3 dan 4 atau tidur lelap (gelombang lambat). Pada fase REM ada desinkronasi otak, aktivitas gelombang, mimpi dan atonia otot.2,3
Nyeri neuropati sering dikaitkan dengan gangguan tidur dan kualitas tidur yang buruk sehingga menaikkan sensitifitas nyeri pasien. Gangguan tidur terjadi pada 50-80% penderita nyeri kronik, dan keparahan gangguan tidur berhubungan dengan intensitas nyeri. Alat pemeriksaan untuk intensitas nyeri neuropati yang sering dipakai adalah TSS (Total Symptom Score) dimana peneliti dapat mengamati langsung 4 gejala sekaligus pada pasien neuropati (nyeri, rasa terbakar, parestesi dan kebas). Penelitian menyebutkan 68% pasien dengan nyeri neuropati memiliki gangguan tidur. Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) merupakan kuisioner paling banyak digunakan dan tervalidasi untuk menilai kualitas tidur. Nyeri neuropati dan gangguan tidur memiliki hubungan 2 arah dimana pasien dengan nyeri neuropati dapat mengalami gangguan tidur; nyeri juga diperparah dengan kualitas tidur yang buruk, sehingga keduanya harus ditatalaksana bersama.3,4
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana hubungan intensitas nyeri dengan kualitas tidur pada pasien nyeri neuropati perifer, serta hubungan derajat nyeri neuropati dengan kualitas tidur, komponen tidur manakah yang paling besar dipengaruhi oleh nyeri, lama menderita nyeri neuropati apakah berkorelasi dengan kualitas tidur. Penelitian analitik observasional dengan pendekatan cross sectional ini menggunakan teknik sampling total populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Jumlah sampel sebanyak 30 pasien penderita nyeri neuropati perifer yang berobat di poliklinik neurologi RSI Sultan Agung Semarang. Penilaian intensitas nyeri menggunakan Total Symptom Score (TSS) dan kualitas tidur dengan Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). Analisa data berupa analisa deskriptid karakteristik pasien yang disajikan dalam bentuk tabel. Data ordinal dan nominal disajikan dalam bentuk frekuensi dan prosentase. Analisa bivariat untuk mengetahui hubungan intensitas nyeri (TSS) dan kualitas tidur (PSQI).
| Dosen Pembimbing: | UNSPECIFIED | UNSPECIFIED |
|---|---|
| Item Type: | Experiment |
| Subjects: | R Medicine > R Medicine (General) |
| Divisions: | Fakultas Kedokteran Fakultas Kedokteran > Dosen FK - Laporan Penelitian |
| Depositing User: | Pustakawan 4 UNISSULA |
| Date Deposited: | 17 Dec 2025 06:45 |
| URI: | https://repository.unissula.ac.id/id/eprint/43636 |
Actions (login required)
![]() |
View Item |
