ALFARISI, AHMAD (2025) ANALISIS PERBANDINGAN SISTEM PEWARISAN ADAT MINANGKABAU DAN HUKUM WARIS DALAM PANDANGAN HABIB MUHAMMAD BIN SALIM BIN HAFIDZ DALAM KITAB TAKMILAH ZUBDATIL HADITS. Undergraduate thesis, Universitas Islam Sultan Agung Semarang.

[thumbnail of Hukum Keluarga (Ahwal Syakhshiyah)_30502300053_fullpdf.pdf] Text
Hukum Keluarga (Ahwal Syakhshiyah)_30502300053_fullpdf.pdf

| Download (2MB)
[thumbnail of Hukum Keluarga (Ahwal Syakhshiyah)_30502300053_pernyataan_publikasi.pdf] Text
Hukum Keluarga (Ahwal Syakhshiyah)_30502300053_pernyataan_publikasi.pdf
Restricted to Registered users only

| Download (576kB)

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbandingan sistem pewarisan adat Minangkabau dan hukum waris Islam menurut pandangan Habib Muhammad bin Salim bin Hafidz dalam kitab Takmilah Zubdatil Hadits. Permasalahan berawal dari adanya perbedaan mendasar antara sistem pewarisan adat Minangkabau yang menganut prinsip matrilineal dan kolektif, dengan hukum waris Islam yang menganut sistem bilateral dan individual. Perbedaan tersebut sering menimbulkan polemik di tengah masyarakat Minangkabau, khususnya terkait kesesuaian adat dengan falsafah “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah”.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan yuridis normatif, serta menggabungkan metode komparatif dan hermeneutika. Data diperoleh melalui studi pustaka terhadap kitab Takmilah Zubdatil Hadits dan literatur terkait hukum adat Minangkabau. Analisis dilakukan untuk mengidentifikasi konsep, asas, dan mekanisme pewarisan dari kedua sistem, kemudian membandingkan titik persamaan dan perbedaannya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hukum waris menurut kitab Takmilah Zubdatil Hadits berlandaskan pada asas bilateral dan individual, sedangkan adat Minangkabau berlandaskan pada asas unilateral dan kolektif. Perbedaan paling menonjol terlihat pada garis keturunan dan bentuk kepemilikan dalam harta pusaka tinggi. Dalam adat Minangkabau, harta pusaka tinggi dianggap sebagai kepemilikan bersama, sehingga tidak dapat diwariskan menurut konsep faraid yang menganut asas individual, di mana harta harus dimiliki secara pribadi. Dengan demikian, harta pusaka tinggi lebih tepat disebut sebagai harta hibah atau waqaf, bukan sebagai harta warisan.
Sementara itu, harta pusaka rendah dibagi sesuai dengan konsep faraid. Dengan demikian, meskipun pada awalnya kewarisan harta pusaka tinggi dalam adat Minangkabau terlihat bertentangan dengan syariat Islam, keduanya pada praktiknya berjalan beriringan dan saling menguatkan dengan menjunjung tinggi nilai keadilan dan prinsip-prinsip yang terkandung dalam syariat Islam.

Kata Kunci: Pewarisan, Adat Minangkabau, Hukum Waris, Takmilah Zubdatil Hadits, Habib Muhammad bin Salim bin Hafidz.

Dosen Pembimbing: Nizar, M. Coirun and Fadzlurrahman, Fadzlurrahman | UNSPECIFIED
Item Type: Thesis (Undergraduate)
Subjects: B Philosophy. Psychology. Religion > BP Islam. Bahaism. Theosophy, etc
Divisions: Fakultas Agama Islam
Fakultas Agama Islam > Mahasiswa FAI - Skripsi Syari'ah (Ahwal Syakhshiyah)
Depositing User: Pustakawan 1 UNISSULA
Date Deposited: 25 Nov 2025 06:19
URI: https://repository.unissula.ac.id/id/eprint/42365

Actions (login required)

View Item View Item