SINULINGGA, IRNAWAN (2025) REKONTRUKSI KETENTUAN PIDANA KEGIATAN PERTAMBANGAN GALIAN C TANPA IZIN BERBASISI NILAI KEADILAN. Doctoral thesis, Universitas Islam Sultan Agung Semarang.
|
Text
Program Doktor Ilmu Hukum_10302200119_fullpdf.pdf |
|
|
Text
Program Doktor Ilmu Hukum_10302200119_pernyataan_publikasi.pdf Restricted to Registered users only |
Abstract
Menurut Undang-Undang Minerba, bahwa setiap kegiatan pertambangan, harus mempunyai izin. Hal ini bertujuan agar pemerintah dapat memantau dan mengawasi pelaksanaan kegiatan usaha penambangan. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 35 Undang-Undang Minerba. Meskipun pemerintah telah mengatur izin pertambangan sedemikian rupa dalam Undang-Undang Minerba dan menetapkan pertambangan tanpa izin sebagai tindak pidana, namun realitanya masih banyak ditemukan kegiatan pertambangan yang dilakukan tanpa izin. Hal ini menunjukkan bahwa regulasi tindak pidaa pertambangkan tanpa izin masih terdapat masalah, sehingga tidak berlaku secara efektif dalam upaya pencegahan dan penanggulangan tindak pidana pertambangan tanpa izin.
Tujuan dari penulisan disertasi ini adalah : 1. Untuk mengetahui dan menganalisis alasan mengapa ketentuan pidana kegiatan pertambangan galian C dalam Undang-Undang Minerba belum berbasis nilai keadilan. 2. Untuk memahami, menganalisis dan menemukan kelemahan-kelemahan pengaturan ketentuan pidana kegiatan pertambangan galian C dalam Undang-Undang Minerba. 3. Untuk merekontruksi pengaturan ketentuan pidana kegiatan pertambangan galian C dalam Undang-Undang Minerba.
Hasil penelitian dan pembahasan : 1. Regulasi tindak pidana dan sanksi pidana pertambangan tanpa izin belum memenuhi nilai keadilan karena dalam perumusan tindak pidana dan sanksi pidana tidak didasari pada kriteria kriminalisasi, utamanya korelasi antara masing-masing dari tindak pidana pertambangan tanpa izin dengan nilai kerugian dan dampak yang timbul akibat tindak pidana. Undang Minerba menentukan area wilayah pertambangan yang terdiri dari IUPR dan IUPK, di mana luas area tambang dari masing-masing berbeda satu sama lainnya, sehingga nilai kerugian ekonomi dan dampak kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan akan berbeda-beda pula. Hal inilah seharusnya yang menjadi pertimbangan dalam menentukan sanksi pidana yang ideal dan tepat terhadap masing-masing kegiatan pertambangan.. 2. Kelemahan regulasi tindak pidana dan sanksi pidana pertambangan tanpa izin, diantaranya : 1) Tidak adanya pengkualifikasian delik pidana sebagai delik sengaja atau lalai; 2) perumusan delik Pidana dan Sanksi Pidana tidak didasari pada kriteria kriminalisasi; 3) rumusan sanksi pidana masih menggunakan sistem kumulatif dan belum menerapkan sanksi minimum khusus; 4) ketentuan pelaksanaan pidana denda belum diatur secara utuh dan lengkap dan 5) mekanisme pertanggungjawan pidana korporasi belum diatur secara lengkap dan jelas. 3. Rekontruksi regulasi tindak pidana dan sanksi pidana pertambangan tanpa izin adalah dengan cara merekontruksi ketentuan Pasal 158, Pasal 163 dan Pasal 164 Undang-Undang Minerba. Rekontuksi Pasal 158, yaitu : menentukan kualifikasi delik pidana, membedakan rumusan tindak pidana pertambangan tanpa izin berdasarkan jenis area pertambangan yang ditetapkan oleh pemerintah. Merubah Pasal 163, untuk mengefektifkan penerapan pidana denda dan tindakan berupa perbaikan akibat tindak pidana bagi korporasi.
Kata Kunci: Rekonstruksi, Ketentuan Pidana, Pertambangan Tanpa Izin.
| Dosen Pembimbing: | Gunarto, Gunarto and Hafidz, Jawade | nidn0605036205, nidn0607077601 |
|---|---|
| Item Type: | Thesis (Doctoral) |
| Subjects: | K Law > K Law (General) |
| Divisions: | Fakultas Hukum Pascasarjana > Mahasiswa Pascasarjana - Disertasi Program Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum > Mahasiswa Pascasarjana - Disertasi Program Doktor Ilmu Hukum |
| Depositing User: | Pustakawan 3 UNISSULA |
| Date Deposited: | 10 Dec 2025 02:16 |
| URI: | https://repository.unissula.ac.id/id/eprint/42867 |
Actions (login required)
![]() |
View Item |
