Ruman Sudradjat H.Hidayat, Ruman Sudradjat H.Hidayat (2021) REKONSTRUKSI PASAL1 DAN PASAL 2 OUTER SPACE TREATY 1967 DALAM PEMANFAATAN ORBIT GEOSTATIONER(GEO STATIONARY ORBIT ) ATAS KEDAULATAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERBASIS NILAI NILAI KEADILAN BERMARTABAT. Doctoral thesis, Universitas Islam Sultan Agung.
![]() |
Text
cover.pdf |
![]() |
Text
publlikasi.pdf Restricted to Registered users only |
![]() |
Text
abstrak.pdf |
![]() |
Text
daftar isi.pdf |
![]() |
Text
bab 1.pdf |
![]() |
Text
bab 2.pdf Restricted to Registered users only |
![]() |
Text
bab 3.pdf Restricted to Registered users only |
![]() |
Text
bab 4.pdf Restricted to Registered users only |
![]() |
Text
bab 5.pdf Restricted to Registered users only |
![]() |
Text
bab 6.pdf Restricted to Registered users only |
![]() |
Text
daftar pustaka.pdf |
![]() |
Text
lampiran.pdf |
Abstract
Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kedaulatan territorial pada 12
mil laut serta Zona Ekonomi Ekslusif sebagai wilayah kepentingan dan kelangsungan hidup
bangsa Indonesia . Negara Indonesia berada pada wilayah khatulistiwa , oleh karena itu
Indonesia sebagai salah satu negara khatulistiwa memiliki hak berdaulat atas orbit satelit Geo
Stationary Orbit (GSO) yang berada di atas wilayah khatulistiwa dan mengelilingi planet bumi
pada ketinggian lebih kurang 36.000 kilometer . Bersama negara khatulistiwa lainnya
Indonesia mengadakan tuntutan agar terhadap GSO yang berada di atas negara negara
khatulistiwa memiliki hak berdaulat untuk kepentingan bangsa dan negara khtatulistiwayang
berada langsung di bawahnya. Mengenai tuntutan hak berdaulat ini telah disampaikan pada
pertemuan negara negara khatulistiwa di Bogota Columbia pa tahun 1976 dan tuntutan ini
disampaikan juga pada pertemuan Komite PBB Tentang Penggunaan Ruang Angkasa Untuk
Tujuan Damai (UNCOPUOS). Negara maju menentang adanya hak berdaulat tersebut karega
GSO diartikan adalah ruang angkasa yang sudah diatur oleh Ketentuan dalam pasal 1 dan
pasal 2 Outer Space Treaty 1967 dan tidak boleh dimiliki dengan klaim kedaulatan maupun
dengan cara apapun. Outer Space Treaty 1967di buat semula oleh tiga negara . negara, Inggris
Amerika Serikat dan USSR (Rusia). Namun dalam kenyataan ketentuan pasal 1 dan pasal 2
terdapat kelemahan kelemahan dan ketidak adilan antara negara maju dan negara berkembang
dalam pemanfaatan GSO dan tidak sesuai dengan nilai nilai keadilan bermartabat oleh karena
itu terhadap pasal 1 dan pasal 2 Outer Space Treaty 1967 harus direkonstruksi , disampng itu
satelit satelit di GSO bersifat tetap dan satelit itu dimiliki oleh suatu negara dengan tanda
pendaftaran kebangsaan pemlik satelit dengan demikan satelit ini bersifat “Ektra territorial
“karena berada di bawa yurisdiksi hukum negara pemilik satelit termasuk yurisdiksi hukum
pidana karena apabila terhadap satelit milik suatu negara tersebut tertabrak atau ada
kesengajaaan merusak satelit milik negara lain maka hukum negara pemilik satelit dapat
diterapkan dan kejadian seperti ini dalam Pasal 1 dan pasal 2 tidak diatur sehinga harus di
rekonstruksi Dengan demikian di dalam penulisan disertasi ini Penulis menggunakan
paradigma rekonstruksivisme yaitu merekonstriksi pasal 1 dan pasal 2 Outer Space Treaty
1967 karena kedua pasal ini tidak mencerminkan keadilan dalam pemanfaatan dirgantara
antara negara maju dan negara berkembang dan perlunya perlindungan hukum dengan
pengaturan tersendiri (“Sui Generis”) bagi negara khatulistiwa dalam pemanfaatan GSO untuk
kepentingan dan kelangsungan hidup negara negara khatulistiwa disamping itu penulis
menggunakan metode penelitian dengan melakukan pendekatan melalui penelitian yuridis
normatif dan ekplanatoris, yaitu penelitian yang didasarkan kepada penelitian peraturan
peraturan hukum mengenai perkembangan pemanfaatan ruang angkasa dan penelitian atas
GSO yang bersifat abstrak berdasarkn informasi informasi dan litertur dari kegiatan negara
negra maju karena GSO itu ruang orbit satelit tidak bisa diraba dan dilihat dengan kasat mata
tetapi dapat dimanfaatkan untuk tempat satelit dan karena sebagai sumber alam terbatas perlu
diatur tersendiri secara khusus (“Sui Generis”). Kemudian Penelitian lapangan dilakukan
untuk memperoleh data primer dan juga melakukan melakukan penelitian kepustakaan untuk
memperoleh data sekunder .dan tersier.serta melakukan temu wicara dengan Kepala Lapan
Deputi Penginderaan Jauh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional –Lapan, Pusat
Kajian Kebijakan Penerbangan dan Antariksa Lapan, dan mendapatkan data informasi dari
media elektronika tentang tugas dan fungsi Staf Potensi Dirgantara Tentara Nasional Indonesia
-Angkatan Udara. Untuk mana hasil penelitian ini diharapkan dapat menguraikan berbagai
temuan data baik primer maupun sekunder langsung diolah dan dianalisis dengan tujuan untuk memperjelas data tersebut agar
dapat kiranya atas GSO tersebut diatur secara Sui Generis berbasis nilai niai keadilan
bermartabat dan dapat dimanfaatkan sebenar benarnya bagi semua negara tanpa kecuali
dengan syarat adanya bimbingan alih teknologi yang secara sukarela negara maju di bidang
tekologi kedirgantaran memberikan kepada negara berkembang dan belum maju.
Dosen Pembimbing: | Prasetyo, Teguh and Purnawan, Amin | nidn0606076101, nidn0606126501 |
---|---|
Item Type: | Thesis (Doctoral) |
Subjects: | K Law > K Law (General) |
Divisions: | Pascasarjana > Mahasiswa Pascasarjana - Disertasi Program Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum > Mahasiswa Pascasarjana - Disertasi Program Doktor Ilmu Hukum |
Depositing User: | Pustakawan 5 UNISSULA |
Date Deposited: | 07 Jan 2022 07:01 |
Last Modified: | 07 Jan 2022 07:01 |
URI: | https://repository.unissula.ac.id/id/eprint/20944 |
Actions (login required)
![]() |
View Item |