Hidayati, Tutik (2018) STUDI TENTANG FAKTOR PENYEBAB PERKAWINAN SIRI DESA SIDOGEMAH KECAMATAN SAYUNG KABUPATEN DEMAK. Undergraduate thesis, Fakultas Agama Islam UNISSULA.

[thumbnail of COVER.pdf]
Preview
Text
COVER.pdf

| Preview Download (1MB)
[thumbnail of ABSTRAK.pdf]
Preview
Text
ABSTRAK.pdf

| Preview Download (74kB)
[thumbnail of DAFTAR ISI.pdf]
Preview
Text
DAFTAR ISI.pdf

| Preview Download (92kB)
[thumbnail of publikasi_1.pdf]
Preview
Text
publikasi_1.pdf

| Preview Download (413kB)
[thumbnail of BAB I.pdf]
Preview
Text
BAB I.pdf

| Preview Download (128kB)
[thumbnail of BAB II.pdf] Text
BAB II.pdf
Restricted to Registered users only

| Preview Download (159kB)
[thumbnail of BAB III.pdf] Text
BAB III.pdf
Restricted to Registered users only

| Preview Download (107kB)
[thumbnail of BAB IV.pdf] Text
BAB IV.pdf
Restricted to Registered users only

| Preview Download (76kB)
[thumbnail of BAB V.pdf] Text
BAB V.pdf
Restricted to Registered users only

| Preview Download (76kB)
[thumbnail of DAFTAR PUSTAKA.pdf]
Preview
Text
DAFTAR PUSTAKA.pdf

| Preview Download (87kB)

Abstract

Siri secara etimologis berasal dari bahasa arab yang arti harfiahnya adalah “rahasia” ,jadi nikah “siri” artinya nikah rahasia (Secret Mariage)
Secara terminologis, nikah siri merujuk pada pernikahan yang dilakukan di bawah tangan atau tidak dicatat secara resmi oleh Negara. Karena di bawah tangan, biasanya dilakukan secara diam-diam atau rahasia.
Berdasarkan sejarah kemunculannya, nikah siri atau dalam istilah local bangsa Arab lebih dikenal dengan istilah misyar sebenarnya bukan hal baru dalam masyarakat Islam. Kitab Al-Muwatha mencatat bahwa istilah nikah siri berasal dari ucapan Umar bin Khattab r.a ketika beliau diberitahu bahwa telah terjadi pernikahan yang tidak dihadiri oleh saksi yang memadai. Umar berkata, :
“Ini adalah nikah siro dan aku tidak memperbolehkannya dan sekiranya aku datang pasti aku rajam”
Pengertian nikah siri dalam presepsi Umar tersebut didasarkan oleh adanya kasus pernikahan yang menghadirkan saksi tidak sesuai dengan ketentuan. Ulama-ulama besar sesudahnya pun seperti Abu Hanifah, Malik, dan Syafi’I berpendapat bahwa nikah siri itu tidak boleh dan jika itu terjadi harus difasakh (batal). Namun apabila saksi telah terpenuhi tetapi para saksi di pesan oleh wali nikah untuk merahasiakan pernikahannya itu pernikahan siri dan harus difasakh karena yang menjadi syarat mutlak sahnya pernikahan adalah pengumuman (I’lan). Menurut beliau, keberadaan saksi hanya pelengkap pernikahan yang ada saksi tetapi tidak ada pengumuman adalah pernikahanyang tidak memenuhi syarat. Namun, Abu Hanifah, Syafi’I dan Ibnu Mundzir berpendapat bahwa nikah semacam itu adalah sah. Abu Hanifah dan Syafi’I menilai nikah semacam itu bukanlah nikah siri karena fungsi saksi itu sendiri adalah pengumuman (I’lan). Jadi, menurut kedua pandangan ini dapat ditarik pengertian bahwa nikah siri itu berkaitan dengan fungsi saksi.

Dosen Pembimbing: UNSPECIFIED | UNSPECIFIED
Item Type: Thesis (Undergraduate)
Subjects: B Philosophy. Psychology. Religion > BP Islam. Bahaism. Theosophy, etc
Divisions: Fakultas Agama Islam
Fakultas Agama Islam > Syari'ah (Ahwal Syakhshiyah)
Depositing User: Pustakawan 1 UNISSULA
Date Deposited: 03 May 2018 01:53
Last Modified: 03 May 2018 01:53
URI: https://repository.unissula.ac.id/id/eprint/10465

Actions (login required)

View Item View Item