Edison, Hendri (2023) REKONSTRUKSI REGULASI PENGEMBALIAN KERUGIAN KEUANGAN NEGARA DALAM PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI BERBASIS NILAI KEADILAN. Doctoral thesis, UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG.
Text
10302000375.pdf Download (2MB) |
|
Text
Publikasi HENDRI EDISON.pdf Restricted to Registered users only Download (2MB) |
Abstract
Dampak negatif yang ditimbulkan oleh tindak pidana korupsi meliputi berbagai bidang kehidupan. Korupsi merupakan permasalahan serius, karena dapat membahayakan stabilitas dan keamanan masyarakat, mengganggu proses pembangunan sosial ekonomi, stabilitas politik dan moralitas bangsa. Tujuan dalam penelitian ini adalah Untuk menganalisis dan menemukan regulasi pengembalian kerugian keuangan negara dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi yang belum berbasis nilai keadilan. Dalam melakukan analisis adalah untuk menemukan kelemahan-kelemahan regulasi pengembalian kerugian keuangan negara dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi pada saat ini. Kemudian Untuk menemukan rekonstruksi regulasi pengembalian kerugian keuangan negara dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi yang berbasis nilai keadilan. Adapun dalam melakukan penelitian digunakan Paradigma Konstruktuivisme, dengan pendekatan penelitian social legal research, data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Teori yang digunakan teori keadilan restoratif, penegakan hukum dan teori hukum progresif. Bahwa dari hasil penelitian ditemukan (1) Regulasi Pengembalian Kerugian Keuangan Negara dalam Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi Belum Berbasis Nilai Keadilan, disebabkan adanya pengaburan dalam penormaan pada Pasal 18 (1) b dan ayat (2) dengan Undang-undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, menyebutkan bahwa pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak- banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi. Pelaksanaannya ternyata pembayaran uang pengganti tersebut tidak sesuai dengan jumlah kerugian keuangan negara. Hal tersebut dapat di lihat dalam beberapa keputusan hakim, begitu juga pada Pasal 18 ayat (2) dirasa kurang efektif karena banyaknya terpidana yang telah dihukum pidana berupa membayar uang pengganti pada akhirnya tidak mau melaksanakannya dan kemudian menghilangkan atau mengalihkan harta bendanya sehingga mengakibatkan terjadinya tunggakan pembayaran pidana uang pengganti. Artinya putusan pengadilan tidak bias dilaksanakan, (2) Kelemahan-kelemahan Rekonstruksi Regulasi Pengembalian Kerugian Keuangan Negara dalam Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi saat ini, memiliki kelemahan baik kelemahan pada substansi hukum, seperti ketentuan yang mengatur pidana uang pengganti ada dalam Pasal 18 ayat (1) huruf b, ayat (2), akan tetapi tidak jelas bagaimana mekanisme pelaksanaan pidana uang pengganti karena tidak djelaskan atau dituar lebih lanjut dalam pasal 18 tersebut. Sementara dalam praktek sering berbenturan dengan mekanisme pelaksanaannya seperti bagaimana jika terpidana telah lebih dahulu mengalihkan harta bendanya sehingga saat akan dilakukan penelusuran aset tidak ada lagi. Sedangan kelemahan pada struktur hukum (aparatur penegak hukum) adalah terkait dengan administrasi yang ada di kejaksaan. Sebab kejaksaan adalah lembaga yang akan melaksanakan pidana uang pengganti yang diputus oleh Hakim. Ternyata masih banyak kelemahan dalam pelaksanaan pidana uang pengganti sehingga sampai saat ini terus menjadi tunggakan bagi kejaksaan. Terakhir kelemahan pada legal culture (budaya hukum masyarakat) yang masih lemah yaitu seprti terpidana yang sudah dihukum membayar uang pengganti justru berusaha menyembunyikan harta bendanya dan membiarkan menjalankan pidana tambahan, artinya kurangnya kesadaran hukum terpidana untuk melaksanaan sanksi pembayaran uang pengganti, lebih memilih alternatif yaitu penjara. Selanjutnya diperlukan adanya Rekonstruksi Regulasi dalam Pengembalian Kerugian Keuangan Negara dalam Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi yang Berbasis Nilai Keadilan, diantaranya rekonstruksi norma hukum pada ketentuan Pasal 18 (1) b dengan Undang-undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, menyebutkan bahwa pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak- banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, menjadi Pasal 18 ayat (1) huruf b UU Tipikor menyebutkan bahwa pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak- banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi yang disetarakan dengan nilai harga emas, dan Kemudian terkait dengan Pasal 18 ayat (2) perlu ditambahkan satu ayat lagi menjadi ketentuan tentang sita umum yang berbunyi, “Pada saat ditetapkan sebagai tersangka maka terhadap seluruh harta benda baik yang bergerak maupun tidak bergerak, yang berwujud maupun tidak berwujud baik ada dalam kekuasaannya atau pihak lain berlaku status sita umum” dengan tujuan supaya saat dihukum membayar uang pengganti menjadi jaminan untuk dilelang jika terpidana menolak membayar pidana uang pengganti. Penetapan sita umum terhadap harta yang berlaku sejak ditetapkan sebagai tersangka sebagai jaminan pengembalian kerugian keuangan negara bisa lebih efektif. . Kata Kunci: Rekonstruksi;pembayaran:uang;Pengganti:keadilan
Item Type: | Thesis (Doctoral) |
---|---|
Subjects: | K Law > K Law (General) |
Divisions: | Pascasarjana Pascasarjana > Program Doktor Ilmu Hukum |
Depositing User: | Pustakawan 3 UNISSULA |
Date Deposited: | 01 Sep 2023 03:18 |
Last Modified: | 01 Sep 2023 03:18 |
URI: | http://repository.unissula.ac.id/id/eprint/30956 |
Actions (login required)
View Item |