MALIK, JAMALUDIN (2025) DEPENALISASI ANCAMAN SANKSI PIDANA MATI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI BERBASIS NILAI KEADILAN. Masters thesis, Universitas Islam Sultan Agung Semarang.
![]() |
Text
Magister Ilmu Hukum_20302400159_fullpdf.pdf Download (1MB) |
![]() |
Text
Magister Ilmu Hukum_20302400159_pernyataan_publikasi.pdf Restricted to Registered users only Download (79kB) |
Abstract
Korupsi dianggap sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang berdampak negatif pada ekonomi, stabilitas negara, dan kepercayaan publik, korupsi merusak pemerintahan, pelayanan publik, pembangunan, dan kesenjangan sosial. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, perkara tindak pidana korupsi harus disidangkan di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi di daerah hukumnya. Fokus pengkajian lebih ditekankan pada bagaimana konstruksi sanksi pidana mati terhadap tindak pidana korupsi dalam konsepsi kepastian hukum?, dan juga bagaimana depenalisasi ancaman sanksi pidana mati bagi pelaku tindak pidana korupsi berbasis nilai keadilan?. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis kontruksi sanksi pidana mati dan bentuk depanelisasi ancaman sanksi pidana mati bagi pelaku tindak pidana korupsi. Penelitian dilakukan dengan metode normatif (normative law research) menggunakan studi kasus normatif berupa produk perilaku hukum, data diperoleh melalui studi kepustakaan. Data yang dipergunakan lebih menekankan pada data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Terkait dalam konteks kepastian hukum, struktur sanksi pidana mati untuk tindak pidana korupsi menunjukkan adanya ketidaksesuaian yang signifikan antara standar undang-undang yang ditulis dan praktik peradilan yang diterapkan. Menurut Pasal 2 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pelaku korupsi dapat dijatuhi pidana mati dalam beberapa kasus. Namun, kata "dapat" yang digunakan dalam ketentuan tersebut menunjukkan bahwa penerapan hukuman mati adalah opsional dan bukan wajib. Berdasarkan nilai keadilan, kebijakan depenalisasi tidak selalu efektif melindungi pelaku tindak pidana korupsi dari ancaman hukuman mati. Karena hukuman mati sering dianggap tidak manusiawi dan tidak menjamin penurunan tingkat korupsi, kebijakan ini dianggap lebih mencerminkan hak asasi manusia dan keadilan substantif. Depenalisasi memungkinkan pendekatan yang lebih konstruktif dan reformis dengan menekankan pemulihan aset negara, pencegahan, dan pemidanaan yang proporsional. Kata Kunci: Depanelisasi; Sanksi Pidana Mati: Tindak Pidana Korupsi
Item Type: | Thesis (Masters) |
---|---|
Subjects: | K Law > K Law (General) |
Divisions: | Pascasarjana Pascasarjana > Magister Ilmu Hukum |
Depositing User: | Pustakawan 3 UNISSULA |
Date Deposited: | 24 Jul 2025 01:59 |
URI: | http://repository.unissula.ac.id/id/eprint/41668 |
Actions (login required)
![]() |
View Item |