EFFENDI, TONI ARIADI (2025) REKONSTRUKSI REGULASI PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA PENYEBARAN KONTEN ILEGAL UJARAN KEBENCIAN BERBASIS KEADILAN RESTORATIF. Doctoral thesis, Universitas Islam Sultan Agung Semarang.
![]() |
Text
Program Doktor Ilmu Hukum_10302200230_fullpdf.pdf Download (2MB) |
![]() |
Text
Program Doktor Ilmu Hukum_10302200230_pernyataan_publikasi.pdf Restricted to Registered users only Download (2MB) |
Abstract
Kejahatan siber terus berkembang dan menimbulkan lebih banyak ancaman, tantangan hukum, dan strategi untuk menanganinya pada era digital. Penegakan hukum siber saat ini lebih pada pendekatan dalam hukum positif yaitu pendekatan retributif, sehingga penyelesaian kasus tindak pidana senantiasa berorientasi pada pemberian hukuman atau pemenjaraan. Diperlukan suatu terobosan yang holistik dalam menangani ujaran kebencian, yaitu dengan penerapan keadilan restoratif dalam penanganan ujaran kebencian dapat menjadi langkah penting untuk meningkatkan efektivitas hukum dan menciptakan masyarakat yang lebih adil dan toleran dengan melaksanakan rekonstruksi regulasi penegakan hukum tindak pidana penyebaran konten ilegal ujaran kebencian dalam rangka mencapai keadilan restoratif. Ujaran kebencian banyak menyasar pada ras, agama, etnisitas, gender, orientasi seksual, kewarganegaraan, serta status disabilitas. Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan berbagai regulasi yang bertujuan menanggulangi penyebaran konten ilegal ujaran kebencian antara lain KUHP pada pasal 156 dan 157, UU No 11 tahun 2008 yang diubah UU No 19 tahun 2016 dan diubah kembali UU No 1 tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau ITE dan UU No 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, dan Perkap Kapolri No 8 tahun 2013 tentang Penanganan Ujaran kebencian. Namun dalam penegakan hukum ujaran kebencian di Indonesia sering kali menghadapi tantangan, seperti kesulitan dalam mendefinisikan batasan ujaran kebencian. Kelemahan regulasi penegakan hukum ujaran kebencian Kesenjangan dalam Penegakan Hukum antara lain kesulitan dalam mengidentifikasi pelaku ujaran kebencian di dunia maya yang menjadi tantangan besar dalam penegakan hukum, Perdebatan mengenai kebebasan berekspresi menjadi salah satu isu utama, Banyak anggota masyarakat belum sepenuhnya memahami batasan antara kebebasan berekspresi dan ujaran kebencian, regulasi yang dihasilkan politik hukum terkait ujaran kebencian adalah definisi yang ambigu, cenderung direspon dengan cara yang berbeda oleh aparat penegak hukum, digunakan sebagai alat politik untuk membungkam kritik dan ketidaksiapan aparat penegak hukum menangani kasus-kasus kejahatan siber, termasuk ujaran kebencian. Dapat disimpulkan bahwa UU ITE masih kurang mampu untuk mewujudkan keadilan yang berlandaskan pada pemulihan dan rekonsiliasi sosial sebagaimana diharapkan dalam keadilan restoratif. Rekonstruksi regulasi penegakan hukum tindak pidana penyebaran konten ilegal ujaran kebencian dalam UU ITE dan UU lainnya seharusnya memperhatikan integrasi nilai-nilai dari teori keadilan Pancasila, hukum progresif, hukum Islam, dan prinsip keadilan restoratif. Keadilan Pancasila menekankan pentingnya keseimbangan sosial dan kedamaian dalam masyarakat. Teori hukum progresif memberi dasar fleksibilitas hukum dalam menanggapi masalah sosial yang berkembang. Sementara itu, hukum Islam, dengan prinsip rekonsiliasi dan pertobatan, memberikan pendekatan moral yang mendorong pelaku untuk bertanggung jawab dan memperbaiki kesalahan, sedangkan keadilan restoratif menekankan pada proses pemulihan sosial dan rekonsiliasi antara pelaku, korban, dan masyarakat. Kata Kunci: Ujaran Kebencian, Renkonstruksi, Keadilan restoratif
Item Type: | Thesis (Doctoral) |
---|---|
Subjects: | K Law > K Law (General) |
Divisions: | Pascasarjana Pascasarjana > Program Doktor Ilmu Hukum |
Depositing User: | Pustakawan 3 UNISSULA |
Date Deposited: | 09 Jul 2025 03:16 |
URI: | http://repository.unissula.ac.id/id/eprint/41002 |
Actions (login required)
![]() |
View Item |