REKONSTRUKSI REGULASI KEWENANGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL TERTENTU DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KEIMIGRASIAN BERBASIS KEADILAN PANCASILA

Arly, Deny (2025) REKONSTRUKSI REGULASI KEWENANGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL TERTENTU DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KEIMIGRASIAN BERBASIS KEADILAN PANCASILA. Doctoral thesis, Universitas Islam Sultan Agung Semarang.

[img] Text
Program Doktor Ilmu Hukum_10302200165_fullpdf.pdf

Download (1MB)
[img] Text
Program Doktor Ilmu Hukum_10302200165_pernyataan_publikasi.pdf
Restricted to Registered users only

Download (2MB)

Abstract

Kedudukan PPNS sebagai lembaga mandiri dalam melakukan penyidikan suatu tindak pidana tampaknya bukan lagi sekedar wacana namun sudah mengarah pada upaya pelembagaan. Akibatnya, tidak jarang muncul tumpang tindih kewenangan antara PPNS dan aparat Polri. Bahkan dalam beberapa kasus, kondisi ini berakhir dengan munculnya permasalahan hukum, seperti terjadinya gugatan praperadilan terhadap institusi Polri karena dianggap aparat Polri melampaui kewenangannya dalam melakukan penyidikan. Penelitian hukum ini, menggunakan metode pendekatan penelitian hukum sosio-legal. Untuk menganalisa data, Ditinjau dari segi sifatnya, penelitian ini bersifat deskriptif analitis, peneliti menggunakan Metode analisa data kualitatif untuk mendapatkan data deskriptif. Hasil penelitian ini adalah (1) Regulasi Pasal 7 ayat (2) KUHAP menimbulkan polemik terkait keadilan dalam penyidikan, khususnya jika dilihat dari perspektif nilai-nilai Pancasila. Prinsip keadilan yang diusung dalam sila kelima, "Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia," tampaknya belum sepenuhnya terwujud dalam aturan ini karena terdapat potensi ketidaksetaraan antara dua institusi penyidik, yaitu PPNS dan Kepolisian. PPNS, yang diberi kewenangan khusus oleh undang-undang, seharusnya memiliki independensi dalam menjalankan tugas penyidikannya. (2) Kelemahan-kelemahan regulasi kewenangan penyidik pegawai negeri sipil tertentu dalam penyidikan tindak pidana keimigrasian saat ini meliputi, Kelemahan struktur hukum: Pasal 7 ayat (2) KUHAP justru menempatkan PPNS di bawah pengawasan Polri, yang bertentangan dengan Pasal 6 ayat (1) KUHAP, yang menyatakan bahwa PPNS dan penyidik Polri memiliki kedudukan yang setara sebagai penyidik. Kelamahan struktur hukum: kurangnya sinergi dan koordinasi antara PPNS dan penyidik kepolisian yang menyebabkan tumpang tindih kewenangan dan menurunnya kredibilitas penegakan hukum. Kelemahan kultur hukum: budaya permisif atau pembiaran terhadap pelanggaran keimigrasian juga menjadi salah satu faktor yang melemahkan penegakan hukum. (3) Rekonstruksi regulasi kewenangan penyidik pegawai negeri sipil tertentu dalam penyidikan tindak pidana keimigrasian berbasis keadilan Pancasila, diwujudkan dengan merekonstruksi Pasal 7 ayat (2) KUHAP. Penghapusan frasa “berada dibawah koordinasi dan pengawasan" dan digantikan dengan frasa “dapat” dalam pasal tersebut akan memberikan dasar hukum yang lebih kuat bagi PPNS, termasuk PPNS keimigrasian, untuk menjalankan penyidikan tanpa harus selalu berada di bawah pengawasan penyidik Polri. Frasa ini akan memberikan pengakuan atas keahlian dan spesialisasi yang dimiliki oleh PPNS, terutama dalam menangani tindak pidana yang bersifat administratif seperti kasus keimigrasian. Rekonstruksi Pasal 7 ayat (2) KUHAP ini untuk menegaskan prinsip kewenangan dalam penegakan hukum yang diatur berdasarkan sektor-sektor tertentu. Dalam konteks keimigrasian, penyidik imigrasi memiliki pemahaman yang mendalam mengenai berbagai aspek teknis dan hukum terkait dengan masuknya warga negara asing, izin tinggal, dan berbagai bentuk pelanggaran administrasi keimigrasian. Kata Kunci: PPNS, Keimigrasian, Penyidikan.

Item Type: Thesis (Doctoral)
Subjects: K Law > K Law (General)
Divisions: Pascasarjana
Pascasarjana > Program Doktor Ilmu Hukum
Depositing User: Pustakawan 3 UNISSULA
Date Deposited: 09 Jul 2025 03:18
URI: http://repository.unissula.ac.id/id/eprint/40998

Actions (login required)

View Item View Item