KOSTIAWAN, SHAIFUL (2025) EKSEKUSI JAMINAN UTANG DALAM PERJANJIAN KREDIT PERUMAHAN BERSUBSIDI YANG TIDAK DIDASARKAN AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN (APHT). Masters thesis, Universitas Islam Sultan Agung Semarang.
![]() |
Text
Magister Kenotariatan_21302300139_fullpdf.pdf Download (1MB) |
![]() |
Text
Magister Kenotariatan_21302300139_pernyataan_publikasi.pdf Restricted to Registered users only Download (156kB) |
Abstract
Hak Tanggungan memberikan kedudukan yang diutamakan (droit de preference) kepada kreditur dalam hal debitur wanprestasi, sehingga kreditur dapat mengeksekusi objek jaminan tanpa melalui proses peradilan yang panjang. Namun, terdapat kasus di mana perjanjian kredit hanya diikat dengan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) tanpa ditindaklanjuti dengan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT). Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis: 1) Kedudukan hukum jaminan utang dalam perjanjian kredit perumahan bersubsidi yang tidak didasarkan pada Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT). 2) Prosedur eksekusi jaminan utang dalam perjanjian kredit perumahan bersubsidi tanpa APHT menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jenis penelitian ini termasuk lingkup penelitian hukum normatif. Metode pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan (statue approach). Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder, yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Metode pengumpulan data diperoleh melalui studi pustaka. Analisis dalam penelitian ini bersifat preskriptif. Hasil penelitian disimpulkan: 1) Kedudukan hukum jaminan utang dalam perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) bersubsidi yang tidak dilandasi dengan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) sangat lemah dari segi yuridis. Meskipun Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 22 Tahun 2017 memberikan kelonggaran dengan memperbolehkan penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) hingga berakhirnya masa perjanjian kredit, hal ini tidak mengubah kenyataan bahwa hak tanggungan hanya dapat diakui secara sah apabila dibuat melalui APHT dan didaftarkan di Kantor Pertanahan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan. Tanpa APHT, jaminan yang diberikan oleh debitur tidak memiliki kekuatan eksekutorial yang sah dan tidak memberi hak kebendaan yang sempurna bagi kreditur. Akibatnya, posisi kreditur hanya sebagai kreditur konkuren, tanpa hak preferen atas objek jaminan. 2) Prosedur eksekusi jaminan utang dalam perjanjian KPR bersubsidi yang tidak didasarkan pada Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) tidak dapat dilakukan melalui mekanisme parate eksekusi secara langsung, seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan. Tanpa adanya APHT dan pendaftaran hak tanggungan, jaminan tersebut tidak memiliki kedudukan hukum yang sah, sehingga kreditur tidak memiliki hak preferen ataupun kekuatan eksekutorial terhadap objek jaminan. Dalam kondisi ini, satu-satunya jalan hukum yang tersedia bagi kreditur adalah menempuh penyelesaian melalui gugatan perdata atas dasar wanprestasi, yang cenderung lebih lama, kompleks, dan berisiko. Tidak dibuatnya APHT dalam pelaksanaan KPR bersubsidi ini pada akhirnya melemahkan posisi hukum kreditur dan menurunkan efektivitas jaminan yang diberikan. Kata Kunci : KPR, APHT, SKMHT
Item Type: | Thesis (Masters) |
---|---|
Subjects: | K Law > K Law (General) |
Divisions: | Pascasarjana Pascasarjana > Magister Kenotariatan |
Depositing User: | Pustakawan 3 UNISSULA |
Date Deposited: | 09 Jul 2025 03:34 |
URI: | http://repository.unissula.ac.id/id/eprint/40929 |
Actions (login required)
![]() |
View Item |