SAPUTRO, ANDI TRI (2025) REKONSTRUKSI REGULASI TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL BERBASIS ELEKTRONIK BERDASARKAN NILAI KEADILAN PANCASILA. Doctoral thesis, Universitas Islam Sultan Agung Semarang.
![]() |
Text
Program Doktor Ilmu Hukum_10302200012_fullpdf.pdf Download (1MB) |
![]() |
Text
Program Doktor Ilmu Hukum_10302200012_pernyataan_publikasi.pdf Restricted to Registered users only Download (2MB) |
Abstract
Kasus Tindak pidana kekerasan seksual berbasis elektronik meningkat pesat dari tahun ke tahun, kekerasan seksual di dalam masyarakat ini mencerminkan lemahnya penegakan hukum di Indonesia. Tujuan Penelitian ini adalah untuk menganalisis dan menemukan regulasi tindak pidana kekerasan seksual berbasis elektronik saat ini belum berkeadilan pancasila. Untuk menganalisis dan menemukan kelemahan–kelemahan regulasi tindak pidana kekerasan seksual berbasis elektronik saat ini. Untuk menemukan rekonstruksi regulasi tindak pidana kekerasan seksual berbasis elektronik berdasarkan nilai keadilan Pancasila. Penelitian hukum ini, menggunakan jenis penelitian hukum sosio-legal. Penelitian sosio-legal, yaitu penelitian hukum dengan menggunakan asas dan prinsip hukum dalam meninjau, melihat, dan menganalisa masalah-masalah, dalam penelitian, selain itu meninjau pelaksanaan hukum dalam praktik. Hasil penelitian ini menemukan bahwa (1) regulasi tindak pidana kekerasan seksual berbasis elektonik saat ini belum berkeadilan. Implementasi UU TPKS saat ini dinilai belum maksimal dan belum memberikan keadilan bagi korban. Frasa “setiap orang tanpa hak” dalam Pasal 14 ayat 1 UU TPKS bermakna multitafsir, dan dapat dinilai tidak dapat menjerat pelaku yang “mempunyai hak” sehingga terjadi kekosongan hukum yang sebenarnya mengakibatkan ketidakpastian dalam pemenuhan rasa keadilan bagi perempuan (korban). (2) Kelemahan-kelemahan regulasi tindak pidana kekerasan seksual berbasis elektronik saat ini adalah Kelemahan Substansi Hukum: makna dari frasa “Setiap Orang yang tanpa hak” tidak dijelaskan maksudnya secara eksplisit dalam UU TPKS, sehingga menimbulkan multitafsir. Penafsiran-penafsiran yang ada siampang siur dan menjadi polemik dikalangan praktisi hukum, dan aparat penegak hukum. Kelemahan Struktur Hukum: Dalam Proses penanganan kekerasan seksual berbasis elektronik banyak aparat penegak hukum yang menjerat pelaku masih menggunakan UU ITE belum menggunakan UU TPKS. Kelemahan Budaya Hukum: aparat penegakan hukum masih mengadopsi pandangan masyarakat tentang moralitas dan kekerasan seksual. Hal ini berakibat pada sikap aparat penegak hukum terhadap kasus dengan tidak menunjukan empati pada perempuan korban, bahkan cenderung ikut menyalahkan korban. (3) Rekonstruksi regulasi tindak pidana kekerasan seksual berbasis elektronik berbasis nilai keadilan Pancasila. Nilai-nilai keadilannya adalah Penguatan sistem hukum dan kebijakan yang melindungi korban pelecehan seksual. Hal ini mencakup penegakan hukum yang adil dan tegas terhadap pelaku serta perlindungan korban agar merasa aman dan mendapatkan keadilan. Rekonstruksi norma hukum pada pasal 14 ayat 1 UU TPKS dengan merubah frasa “setiap orang yang tanpa hak” diganti menjadi “setiap orang dengan sengaja tanpa hak. Kata Kunci: Pancasila; Kekerasan seksual; Rekonstruksi.
Item Type: | Thesis (Doctoral) |
---|---|
Subjects: | K Law > K Law (General) |
Divisions: | Pascasarjana Pascasarjana > Program Doktor Ilmu Hukum |
Depositing User: | Pustakawan 3 UNISSULA |
Date Deposited: | 23 May 2025 06:56 |
URI: | http://repository.unissula.ac.id/id/eprint/40273 |
Actions (login required)
![]() |
View Item |