REKONSTRUKSI KEWENANGAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH SEMENTARA (PPATS) DI INDONESIA BERBASIS KEADILAN

DIALOG, BIAS LINTANG (2024) REKONSTRUKSI KEWENANGAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH SEMENTARA (PPATS) DI INDONESIA BERBASIS KEADILAN. Doctoral thesis, Universitas Islam Sultan Agung Semarang.

[img] Text
Program Doktor Ilmu Hukum_10302000349_fullpdf.pdf

Download (4MB)
[img] Text
Program Doktor Ilmu Hukum_10302000349_pernyataan_publikasi.pdf
Restricted to Registered users only

Download (2MB)

Abstract

Pasal 5 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Pejabat Pembuat Akta Tanah, yang menyatakan bahwa untuk melayani masyarakat dalam pembuatan akta PPAT di wilayah yang kekurangan PPAT atau untuk memenuhi kebutuhan golongan tertentu, menteri dapat menunjuk beberapa pejabat sebagai PPAT Sementara, seperti Camat atau Kepala Desa sehingga tidak memberikan rasa keadilan dan kepastian hukum bagi Masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis serta menemukan penyebab regulasi kewenangan PPAT Sementara di Indonesia belum sepenuhnya mencerminkan nilai keadilan, mengidentifikasi kelemahan dalam regulasi yang mengatur kewenangan PPAT Sementara di Indonesia dan untuk mengembangkan rekonstruksi regulasi kewenangan PPAT Sementara di Indonesia yang berbasis pada nilai keadilan. Penulis menggunakan pradigma post-positivisme dan disertasi ini termasuk kedalam paradigma yuridis sosiologis yaitu pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Selain itu juga menggunakan document perbandingan sisitem administrasi pendaftaran tanah negara lain. Kerangka teori yang digunakan yaitu menggunakan beberapa teori hukum untuk menganalisisnya yaitu (1) Teori politik hukum dan Teori keadilan (2) Teori Sistem hukum (3) Teori Kewenangan dan Teori Hukum Progresif. Hasil Penelitian menemukan bahwa: (1) regulasi kewenangan pejabat pembuat akta tanah sementara belum berbasis nilai keadilan dikarenakan tidak disertai dengan persyaratan pendidikan dan pelatihan yang memadai dapat menimbulkan ketidaksetaraan dan ketidakadilan bagi masyarakat, terutama di daerah-daerah dengan keterbatasan jumlah PPAT. (2) kelemahan regulasi kewenangan Pejabat PPAT Sementara di Indonesia tidak hanya terletak pada satu aspek, tetapi merupakan hasil interaksi antara struktur, substansi, dan budaya hukum yang belum sepenuhnya terintegrasi dengan baik. Ketidakjelasan dalam substansi hukum, kelemahan dalam struktur pengawasan, dan budaya hukum yang belum sepenuhnya mendukung penerapan hukum secara efektif. (3) Rekontruksi Regulasi kewenangan PPAT Sementara berbasis nilai keadilan dilakukan dengan merekontruksi Pasal 5 ayat 3 Peraturan pemerintah nomor 37 Tahun 1998 dengan membatasi wilayah pengangkatan PPAT Sementara di Indonesia, untuk menciptakan sistem pertanahan yang lebih adil, efisien, dan sesuai dengan kebutuhan Masyarakat agar dapat mempertahankan inti struktur yang ada sambil memperbaiki dan menyesuaikan bagian-bagian sistem yang lemah atau sudah ketinggalan zaman. Disarankan peningkatan standar pendidikan dan pelatihan bagi PPAT Sementara, dengan menetapkan persyaratan lebih ketat, seperti wajib memiliki gelar S1 Hukum dan mengikuti pelatihan khusus hukum pertanahan. Pemerintah juga perlu merevisi regulasi, termasuk Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998, untuk mengatur kewenangan PPAT Sementara agar tidak tumpang tindih dengan PPAT. Kata Kunci: PPAT Sementara, Keadilan dan Rekontruksi

Item Type: Thesis (Doctoral)
Subjects: K Law > K Law (General)
Divisions: Pascasarjana
Pascasarjana > Program Doktor Ilmu Hukum
Depositing User: Pustakawan 4 UNISSULA
Date Deposited: 12 Feb 2025 06:25
URI: http://repository.unissula.ac.id/id/eprint/38753

Actions (login required)

View Item View Item