SYUKUR, RIO ABDUS (2024) KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA PENYERTAAN DALAM UPAYA PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA. Undergraduate thesis, Universitas Islam Sultan Agung Semarang.
![]() |
Text
Ilmu Hukum_30301800328_fullpdf.pdf Download (1MB) |
![]() |
Text
Ilmu Hukum_30301800328_pernyataan_publikasi.pdf Restricted to Registered users only Download (104kB) |
Abstract
Penyertaan tindak pidana diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana dalam Pasal 55 dan Pasal 56. Bentuk-bentuk penyertaan tidak terdapat persamaan penyertaan tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Kitab undang-undang hukum Pidana terdapat 5 pembagian penyertaan tindak pidana, yaitu 1.Orang yang melakukan tindak pidana (Plegen/Dader); 2. Orang yang menyuruh melakukan tindak pidana (Doen Plegen/Doen Pleger); 3.Orang yang turut melakukan tindak pidana (Medeplegen/Medepleger); 4.Orang yang sengaja menggerakkan atau menganjurkan orang lain melakukan tindak pidana (Uitloken/Uitloker); dan 5.Orang yang sengaja memberikan bantuan dalam melakukan tindak pidana/pembantu-pembantu (Medeplichtigen). Semua golongan yang disebut dalam Pasal 55 Kitab Undang-undang Hukum Pidana dapat digolongkan sebagai pelaku tindak Pidana, sehingga hukuman untuk mereka juga disamakan. Sebaliknya, Pasal 56 Kitab Undang-undang Hukum Pidana mengatur mengenai orang digolongkan sebagai orang yang membantu melakukan tindak pidana (medelichtig) atau pembantu. Isi uraian rumusan Pasal 55 dan Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana di atas yang hanya menyebutkan 5 macam kualifikasi bentuk Delik Penyertaan, maka dapat ditarik kesimpulan: tidak ada satupun bentuk Kualifikasi Delik Penyertaan yang menyebutkan mereka yang: "Turut Serta Menganjurkan Melakukan Tindak Pidana" (begrippen). Begrippen merupakan kualifikasi delik yang tidak jelas serta agak luas serta tidak memenuhi ketentuan rumusan kualifikasi delik pada Pasal 55 dan Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang disyaratkan bagi asas legalitas suatu ketentuan pidana. Hal tersebut karena kualifikasi rumusan delik "Turut Serta Menganjurkan Melakukan Tindak Pidana" tidak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Maka berbicara mengenai deelneming (penyertaan) harus mengacu pada Pasal 55 dan Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan doktrin-doktrin hukum pidana mengenai penyertaan. Dalam rangka pembaharuan hukum pada saat ini telah disahkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan akan berlaku pada Januari 2026 sebagai pengganti Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-undang Hukum pidana diatur dalam Pasal 20 yang memberikan gambaran yang luas tentang bagaimana hukum pidana mengakui berbagai bentuk penyertaan dalam tindak pidana. Dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2023 Tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana diatur dalam Pasal 20, yang berbunyi sebagai berikut: “setiap orang dipidana sebagai pelaku tindak pidana jika: 1. Melakukan sendiri tindak pidana; 2. Melakukan tindak pidana dengan perantaraan alat atau menyuruh orang lain yang tidak dapat dipertanggungjawabkan; 3. Turut serta melakukan tindak pidana; atau; 4. Menggerakkan orang lain supaya melakukan tindak pidana dengan cara memberi atau menjanjikan sesuatu, menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, melakukan kekerasan, menggunakan ancaman kekerasan, melakukan penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana, atau keterangan. Kata Kunci : Penyertaan, Turut Serta, Deelneming
Item Type: | Thesis (Undergraduate) |
---|---|
Subjects: | K Law > K Law (General) |
Divisions: | Fakultas Hukum Fakultas Hukum > Ilmu Hukum |
Depositing User: | Pustakawan 5 UNISSULA |
Date Deposited: | 26 Feb 2025 02:08 |
URI: | http://repository.unissula.ac.id/id/eprint/37856 |
Actions (login required)
![]() |
View Item |