Ayu, Sheila Hanifa Rosi (2024) TANGGUNGJAWAB PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) ATAS PEMBUATAN AKTA JUAL BELI OBJEK HARTA BERSAMA YANG DIALIHKAN TANPA PERSETUJUAN ISTRI (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 227 K/Pdt/2019). Masters thesis, Universitas Islam Sultan Agung Semarang.
|
Text
Magister Kenotariatan_21302200082_fullpdf.pdf Download (1MB) | Preview |
|
Text
Magister Kenotariatan_21302200082_pernyataan_publikasi.pdf Restricted to Registered users only Download (142kB) |
Abstract
Peran Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam transaksi jual beli tanah memiliki signifikansi penting dalam menjaga keabsahan dan kepastian hukum. Namun, seringkali muncul situasi di mana akta jual beli objek harta bersama, seperti tanah, dialihkan tanpa persetujuan istri atau suami, meskipun objek tersebut merupakan harta bersama yang diatur dalam hukum pernikahan. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis: 1) akibat hukum pembuatan akta jual beli objek harta bersama yang dialihkan tanpa persetujuan istri. 2) tanggungjawab pejabat pembuat akta tanah (ppat) atas pembuatan akta jual beli objek harta bersama yang dialihkan tanpa persetujuan istri Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan studi kasus dan pendekatan perundang-undangan Jenis penelitian ini termasuk penelitian kualitatif. Jenis dan sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh melalui studi pustaka. Analisis dalam penelitian ini bersifat kualitatif. Hasil penelitian disimpulkan: 1) Akibat hukum pembuatan akta jual beli objek harta bersama yang dialihkan tanpa persetujuan istri adalah tidak sah atau batal demi hukum, karena pembuatan akta jual beli dihadapan PPAT tersebut tidak didasari dengan itikad yang jujur. Hal ini juga mengakibatkan PPAT terlibat dalam perbuatan melawan hukum. Akta jual beli yang dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat mengakibatkan akta tersebut menjadi akta dibawah tanah, dan penjualan terhadap tanah tersebut menjadi tidak sah atau batal demi hukum. Hal ini menimbulkan kerugian bagi para pihak khususnya dalam hal ini adalah pihak Pembeli. Dengan batalnya transaksi jual beli maka transaksi jual beli tersebut dianggap tidak pernah terjadi sehingga mengenai status tanah tersebut seharusnya kembali kepada keadaan semula. 2) Tanggungjawab pejabat pembuat akta tanah (PPAT) atas pembuatan akta jual beli objek harta bersama yang dialihkan tanpa persetujuan istri adalah tanggungjawab mutlak yang diakibatkan karena dalam pembuatan akta jual beli tersebut PPAT kurang cermat dan hati-hati. Sebagaimana dalam Pasal 1366 KUH Perdata bahwa setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena kelalaiannya atau kurang hati-hatinya. Dengan dinyatakannya akta jual beli tersebut bertentangan dengan hukum, maka akan menyebabkan kerugian bagi pihak pembeli, sehingga PPAT harus ikut bertanggungjawab atas kerugian materiil yang diderita oleh para pihak. Kata Kunci : Akta Jual Beli, Harta Bersama, PPAT
Item Type: | Thesis (Masters) |
---|---|
Subjects: | K Law > K Law (General) |
Divisions: | Pascasarjana Pascasarjana > Magister Kenotariatan |
Depositing User: | Pustakawan 5 UNISSULA |
Date Deposited: | 30 Apr 2024 01:49 |
Last Modified: | 30 Apr 2024 01:49 |
URI: | http://repository.unissula.ac.id/id/eprint/33520 |
Actions (login required)
View Item |