REKONSTRUKSI REGULASI PENGUASAAN SUMBER DAYA AIR UNTUK KEPERLUAN PEMENUHAN MASYARAKAT MELALUI PEMBANGUNAN WADUK BERBASIS NILAI KEADILAN PANCASILA

PUTRA, GEWSIMA MEGA (2023) REKONSTRUKSI REGULASI PENGUASAAN SUMBER DAYA AIR UNTUK KEPERLUAN PEMENUHAN MASYARAKAT MELALUI PEMBANGUNAN WADUK BERBASIS NILAI KEADILAN PANCASILA. Doctoral thesis, Universitas Islam Sultan Agung Semarang.

[img] Text
Program Doktor Ilmu Hukum_10302100233_fullpdf.pdf

Download (2MB)
[img] Text
Program Doktor Ilmu Hukum_10302100233_pernyataan_publikasi.pdf
Restricted to Registered users only

Download (2MB)

Abstract

Sejak awal kehidupan, makhluk hidup terutama manusia telah memanfaatkan air untuk kebutuhan hidupnya. Air merupakan kebutuhan dasar hidup manusia yang dikaruniakan oleh Tuhan Yang Maha Esa bagi seluruh bangsa Indonesia. Air sebagai bagian dari Sumber Daya Air merupakan cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara untuk dipergunakan bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat sesuai dengan amanat Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Di dalam pasal itu dinyatakan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Oleh karena itu, penyusunan Undang-Undang tentang Sumber Daya Air harus ditujukan untuk mengoptimalkan Pengelolaan Sumber Daya Air guna mencapai amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 termasuk dalam pemenuhan kebutuhan air masyarakat melalui pembangunan waduk Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam Penelitian ini adalah: (1) Untuk menganalisis regulasi penguasaan sumber daya air untuk keperluan pemenuhan kebutuhan masyarakat melalui pembangunan waduk saat ini belum berbasis nilai keadilan Pancasila. (2) Untuk menganalisis kelemahan regulasi penguasaan sumber daya air untuk keperluan pemenuhan kebutuhan masyarakat melalui pembangunan waduk saat ini belum berbasis nilai keadilan Pancasila. (3) Untuk menemukan rekonstruksi regulasi penguasaan sumber daya air untuk keperluan pemenuhan kebutuhan masyarakat melalui pembangunan waduk yang berbasis nilai keadilan Pancasila. Penelitian disertasi ini menggunakan paradigma konstruktivisme, yaitu paradigma yang hampir merupakan antitesis dari paham yang meletakkan pengamatan dan objektivitas dalam menemukan suatu realitas dan ilmu pengetahuan Paradigma sendiri adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Paradigma menunjukkan apa yang penting, absah, dan masuk akal. Paradigma juga bersifat normatif, menunjukkan kepada praktisnya apa yang harus dilakukan tanpa perlu melakukan pertimbangan eksistensial atau epistemologis yang panjang. Hasil Penelitian menunjukkan (1) Pemenuhan kebutuhan sumber daya air yang menjadi tugas dan tanggungjawab pemerintah pusat maupun pemerintah daerah sebagai tujuan dari pelaksanaan hak menguasai negara atas sumber daya alam bagi masyarakat belum berbasiskan nilai keadilan Pancasila hal ini disebabkan adanya irisan pengaturan di dalam pengelolaan sumber daya alam antara sumber daya air dan hutan mengakibatkan belum tercapainya keadilan berbasiskan nilai Pancasila khususnya sila ke-5 yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang dijabarkan dalam ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang dalam tatanan praktisnya terkait sumber daya air diatur di dalam undang-undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang sumber daya air dan dalam konteks kawasan hutan lindung diatur di dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dalam kaitannya pengelolaan sumber daya air melalui pemanfaatan sumber daya air yang dimulai dengan membangun prasarananya yaitu waduk. (2) Kelemahan pada struktur hukum penguasaan sumber daya air untuk keperluan pemenuhan masyarakat melalui pembangunan waduk adalah dengan adanya perintah dari Undang-Undang Sumber Daya Air yang untuk memerintah pengaturan lebih lanjut melalui peraturan pemerintah terkait pengelolaan sumber daya air akan tetapi tidak ditindaklanjuti oleh Pemerintah sehingga dengan ketiadaan aturan teknis khususnya prosedur pembangunan waduk oleh pemerintah daerah dengan bantuan pihak swasta menjadi terhambat yang akhirnya berdampak kepada tidak terpenuhinya kebutuhan air bagi masyarakatnya. Kedua, Pemerintah pusat melalui kementerian lingkungan hidup belum bersikap adil terhadap 2 objek sumber daya alam yaitu hutan dan air yang sama pentingnya untuk hajat rakyat yang seharusnya ada toleransi untuk pemecahan masalah dibangunnya waduk dikawasan hutan lindung disesuaikan dengan karakteristik georafis wilayah daerah contohnya pembangunan waduk gunung bahalang di kotabaru dan sampai dengan Penelitian ini ditulis saat, proses pengajuan izin penggunaan kawasan hutan lindung untuk pembangunan waduk gunung bahalang belum juga diterbitkan tanpa kejelasan disetujui atau tidak disetujui. Kelemahan tersebut terdapat pada Undang-Undang Sumber Daya Air Pasal 1 Ketentuan Umum, yaitu tidak dijelaskan apa yang dimaksud dengan prasarana sumber daya air termasuk salah satunya adalah waduk yang juga bagian dari kawasan lindung air. Pasal 26, yaitu waduk yang merupakan objek dari konservasi sumber daya air tidak dijelaskan pada bagian penjelasan bagaimana mekanisme konservasi pada objek tersebut atau memerintahkan pengaturan lebih lanjut di dalam peraturan pemerintah. Pasal 29, dalam ini tidak mengatur aturan yang memerintahkan pengaturan lebih lanjut terkait pendayagunaan sumber daya air dalam peraturan pemerintah. Pasal 40, dalam ketentuan terkait peran serta Masyarakat ini tidak diatur bagaimana prosedur jika Pembangunan waduk tersebut berada di kawasan hutan lindung dan dikerjakan oleh pihak swasta dan pemanfaatannya bagi kepentingan masyarakat umum dan pihak swasta yang mengerjakan konstruksi prasarna tersebut. Selanjutnya berdasarkan perintah Pasal 40 ayat (6) sampai dengan saat ini Pemerintah belum menetapkan pengaturan terkait perizinan berusaha terhadap sumber daya air. Sedangkan dalam Undang-Undang Kehutanan, yaitu dalam Pasal 38 tidak disebutkan dengan jelas Pembangunan waduk sebagai Penggunaan Kawasan Hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan Kehutanan. Adapun kelemahan peraturan pelaksananya yakni pada Peraturan Pemerintah Nomor 121 Tahun 2015 Tentang Pengusahaan Sumber Daya Air Pasal 45 Ayat (6), dalam pengaturan pengusahaan sumber daya air oleh Pemerintah Nomor 121 Tahun 2015 Tentang Pengusahaan Sumber Daya Air hanya terdapat satu pengaturan terkait waduk dan tidak ada pengaturan terkait pengusahaan sumber daya air melalui Pembangunan waduk yang berada di dalam kawasan hutan lindung. Serta dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Kehutanan Pasal 97 Tidak diatur batas waktu penilaian terhadap kelengkapan persyaratan yang kemudian menerbitkan Persetujuan Penggunaaan Kawasan Hutan. Sedangkan kelemahan pada budaya hukumnya adalah dimulai semakin tingginya posisi tawar masyarakat akan kebutuhan akan sumber daya air untuk memberikan keluhan-keluhan mereka kepada pemerintah yang tidak di iringi dengan ketersediaan anggaran dana belanja daerah sehingga membutuhkan bantuan dari pihak swasta yang juga memiliki kepentingan terhadap di bangunnya waduk di kawasan hutan lindung sehingga pemenuhan kebutuhan air bagi masyarakat tidak terwujud dan membuktikan kelemahan dari budaya hukum yang terjadi juga menghambat tujuan pengaturan dari sumber daya air yaitu memberikan pelindungan dan menjamin pemenuhan hak rakyat atas Air, menjamin keberlanjutan ketersediaan Air dan Sumber Air agar memberikan manfaat secara adil bagi Masyarakat, menjamin pelestarian fungsi Air dan Sumber Air untuk menunjang keberlanjutan pembangunan, menjamin terciptanya kepastian hukum bagi terlaksananya partisipasi masyarakat dalam pengawasan terhadap pemanfaatan Sumber Daya Air mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pemanfaatan, menjamin pelindungan dan pemberdayaan masyarakat, termasuk Masyarakat Adat dalam upaya konservasi Air dan Sumber Air; dan mengendalikan Daya Rusak Air secara menyeluruh yang mencakup upaya pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan. (3) Rekonstruksi pada Undang-Undang Sumber Daya Air, Pasal 1 Ketentuan Umum hendaknya ditambahkan pengaturan penjelasan terkait waduk sebagai prasarana pemanfaatan sumber daya alam mengingat pentingnya waduk sebagai kawasan lindung sumber daya air dan objek konservasi sumber daya air, bagian dari pendayagunaan sumber daya air, pengembangan sumber daya air, peningkatan kemanfaatan funsi sumber daya air untuk pemenuhan kebutuhan air serta waduk sebagai sarana budidaya sumber daya air. Pasal 26, ditambahkan ketentuan pengaturan lebih lanjut tentang konservasi sumber daya air diatur dalam peraturan pemerintah yang nantinya mengatur mekanisme konservasi sumber daya air di daerah waduk. Pasal 29, seharusnya di dalam Pasal 29 ini juga harus memerintahkan pengaturan lebih lanjut terkait pendayagunaan sumber daya air di dalam peraturan pemerintah yang di dalamnya juga mengatur tentang waduk sebagai prasarana pendayagunaan sumber daya air agar waduk sebagai sarana pendayagunaan air memiliki kepastian hukum pengelolaan sumber daya air. Pasal 40, Ketentuan Pasal 40 ditambahkan pengaturan terkait Pelaksanaan konstruksi Prasarana Sumber Daya Air oleh Pemerintah Daerah melalui Pihak Swasta untuk kepentingan Umum dengan mekanisme CSR (Corporate Social Responsibility) dan pengaturan lebih lanjut mengenai prosedur pelaksanaan konstruksi prasarana sumber daya air dan pemanfaatannya diatur dalam peraturan pemerintah. Sedangkan pada Undang-Undang Kehutanan Ketentuan Pasal 38 pada bagian penjelasan dirubah sehingga berbunyi: Kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan yang dapat dilaksanakan di dalam kawasan Hutan Lindung dan Hutan Produksi ditetapkan secara selektif. Kegiatan-kegiatan yang dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan serius dan mengakibatkan hilangnya fungsi Hutan yang bersangkutan dilarang. Kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan adalah kegiatan untuk tujuan strategis yang tidak dapat dielakkan, antara lain kegiatan pertambangan, pembangunan jaringan listrik, telepon, dan pembangunan prasarana sumber daya air, kepentingan religi, serta kepentingan pertahanan keamanan. Adapun dalam peraturan pelaksananya terdapat pada Peraturan Pemerintah Nomor 121 Tahun 2015 Tentang Pengusahaan Sumber Daya Air, Pasal 45 Ayat (6) seharusnya lebih detail mengatur pengusahaan sumber daya air dalam hal pemanfaatan lahan disekitar sumber daya air termasuk di sempadan waduk dan mekanisme pengusahaan sumber daya air di waduk tersebut dimanfaatkan oleh masayrakat dan pihak swasta yang membantu pemerintah dalam pembangunan prasarana sumber daya air seperti waduk. Untuk Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Kehutanan Ketentuan Pasal 97 ditambahkan pengaturan terkait batas waktu Menteri untuk melakukan penilaian dan batas waktu izin tersebut untuk di berikan agar pemerintah dalam hal ini pemerintah daerah memiliki kepastian hukum untuk dapat melaksanakan pemenuhan keperluan air bagi Masyarakat di daerahnya. Kata Kunci: Waduk, Sumber Daya Air, Hutan Lindung, Pmerintah Daerah Kotabaru

Item Type: Thesis (Doctoral)
Subjects: K Law > K Law (General)
Divisions: Pascasarjana
Pascasarjana > Program Doktor Ilmu Hukum
Depositing User: Pustakawan 5 UNISSULA
Date Deposited: 26 Apr 2024 02:35
Last Modified: 26 Apr 2024 02:35
URI: http://repository.unissula.ac.id/id/eprint/33474

Actions (login required)

View Item View Item