Setiawan, Yogabakti Adipradana (2022) REKONSTRUKSI HUKUM PENAGIHAN HUTANG OLEH JASA PENAGIH HUTANG TERHADAP DEBITUR WANPRESTASI BERBASIS NILAI KEADILAN. Doctoral thesis, UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG.
Text
10302000085.pdf Download (1MB) |
|
Text
Publikasi YOGABAKTI.pdf Restricted to Registered users only Download (2MB) |
Abstract
Berbagai upaya ditempuh oleh kreditur dalam hal ini bank untuk mengatasi tagihan bermasalah mulai dengan menggunakan cara yang resmi dan formal yaitu dengan melalui lembaga peradilan. Namun dirasakan cara tersebut kurang efektif dan sangat lambat bahkan tidak memberikan jaminan terlaksananya kewajiban pembayaran hutang sampai akhirnya menggunakan biro jasa swasta yang sekarang ini dikenal dengan istilah “debt collector” atau penagih hutang, yang diharapkan untuk menagih hutang secara berdaya guna dan berhasil guna dalam waktu relative singkat dan melalui prosedur yang tidak birokratif. Pertimbangan untuk menggunakan jasa organisasi tersebut lebih diorientasikan pada perhitungan yang bersifat ekonomis praktis sehingga keuntungan yang diharapkan dapat diselesaikan atau setidak-tidaknya kerugian dapat ditekan seminimal mungkin. Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan paradigma Konstruksitivisme, karena dalam penelitian ini, hukum dikonsepkan sebagai suatu gejala empiris yang diamati di dalam kehidupan nyata. Berdasarkan uraian dalam bab-bab terdahulu, maka hasil penelitiannya adalah : 1) Debt collector pada prinsipnya bekerja berdasarkan kuasa yang diberikan oleh kreditur untuk menagih utang kepada debiturnya. Perjanjian pemberian kuasa diatur alam KUH Perdata. Khususnya dibidang perbankan, memang ada peraturan perundang-undangan yang memungkinkan pihak bank untuk menggunakan jasa pihak lain untuk menagih utang. Hal tersebut diatur dalam peraturan Bank Indonesia Nomor 11/1/PBI/2009 tentang Bank Umum dan Surat Edaran Bank Indonesia SEBI No. 14/17/DASP/2012 penggunaan jasa pihak ketiga ini diperbolehkan serta keberadaannya telah diatur dalam Peraturan Bank Indonesia. Jika mengacu pada Peraturan Bank Indonesia No. 13/25/PBI/2011 tentang Prinsip Kehati-hatian bagi Bank Umum yang Melakukan Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Pihak Lain dan Peraturan Bank Indonesia No. 14/2/PBI/2012 tanggal 6 Januari 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia No. 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK). Hubungan hukum Debt Collector dengan pihak bank merupakan hubungan pemberian kuasa, jadi hubungan hukum antara Debt Collector dengan nasabah adalah sama dengan hubungan hukum antara nasabah dengan Bank. Namun sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia No. 11/11/PBI/2009 sebagaiman tersebut di atas di langgar oleh bank tersebut hal ini adalah para Debt Collector yang pada saat itu bertindak atas nama bank. Debt collector melakukan tindakan diluar batasdan melanggar etika serta aturan hukum, seharusnya pemberi kuasa pada debt collector juga harus bertanggungjawab akibat perbautan dari debt collector baik secara perdata maupun pidana. 2) Kelemahan-kelemahan dalam penagihan hutang oleh jasa penagih hutang terhadap debitur wanprestasi meliputi: kelemahan substansi, kelemahan struktur dan kelemahan kultur. Kelemahan substansi yang dihadapi yaitu di Indonesia tidak ada aturan rinci yang mengatur mengena batasan penagihan menggunakan Debt Collector. Tidak adanya norma hukum yang mengatur/larangan bagi bank yang menggunakan jasa debt collector dalam melakukan penagihan utang kepada nasabahnya, Jadi impliikasi hukumnya tidak ada pertanggungjawaban bagi pihak bank yang menggunakan jasa Debt Collector yang melakukan tindak pidana terhadap nasabahnya. Kemudian kelemahan struktur, banyak bank yang sering menggunakan jasa debt collector dikarenakan tingginya biaya yang harus di keluarkan ketika bank ingin memilih jalur hukum perdata. Mahalnya biaya pekara dipengadilan dibanding total tunggakann nasabah, membuat bank untuk lebih memilih menggunakan jasa debt collector dalam melakukan penagihan utang. Dengan meyewa jasa debt collector, bank tidak perlu keluar biaya besar untuk memaksa para debitur membayar hutangnya. Kelemahan kultur, masyarakat Indonesia yang tidak memiliki kesadaran untuk membayar hutang juga menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia masih tidak taat hukum. Hukum yang ada di Indonesia tidak berjalan dengan benar sehingga memunculkan adanya penggunaan jasa debt collector dalam sistem penagihan hutang kartu kredit. 3) 3.Rekonstruksi nilai keadilan adalah dalam penagihan hutang oleh jasa penagih hutang terhadap debitur wanprestasi dalam menyelesaikan hutang yang berbasis keadilan adalah merubah Pasal PBI 14/2/PBI/2012 ini dapat kita lihat dalam Pasal 17B Ayat (2) dan Ayat (3). Pasal 17B PBI ini mengatur mengenai penagihan kartu kredit. Pasal 17 B Ayat (2) dan Ayat (3) ini berbunyi:(2) Pemberi Kuasa pada penyedia jasa penagihan wajib menjamin bahwa penagihan utang, baik yang dilakukan oleh Pemberi piutang sendiri atau menggunakan penyedia jasa penagihan, dilakukan sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia serta peraturan perundang-undangan yang berlaku dan pemeberi kuasa pada penyedia jasa penagihan wajib bertanggungjawab penuh baik secara perdata atau pidana terhadap akiabt yang dilakukan pada penyedia jasa penagihan Kata Kunci : Rekonstruksi, Debt Collector, Debitur
Item Type: | Thesis (Doctoral) |
---|---|
Subjects: | K Law > K Law (General) |
Divisions: | Pascasarjana Pascasarjana > Program Doktor Ilmu Hukum |
Depositing User: | Pustakawan 3 UNISSULA |
Date Deposited: | 08 Sep 2023 03:46 |
Last Modified: | 08 Sep 2023 03:46 |
URI: | http://repository.unissula.ac.id/id/eprint/31032 |
Actions (login required)
View Item |