KEWENANGAN KEJAKSAAN SEBAGAI SINGLE PROSECUTION SYSTEM (SISTEM PENUNTUTAN TUNGGAL) DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI

Kemal, Guyuh (2023) KEWENANGAN KEJAKSAAN SEBAGAI SINGLE PROSECUTION SYSTEM (SISTEM PENUNTUTAN TUNGGAL) DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. Masters thesis, UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG.

[img] Text
20302100046_fullpdf.pdf

Download (1MB)
[img] Text
pernyataan_publikasi.pdf
Restricted to Registered users only

Download (474kB)

Abstract

Beberapa permasalahan hukum yang masih terjadi dalam tindak pidana korupsi, serta berdampak pada ketidakpastian hukum bagi pencari keadilan. Atas dasar realitas obyektif penetapan dan pengendalian kebijakan penuntutan hanya berada pada satu tangan, yakni Jaksa Agung. Kewenangan yang melekat pada jabatan Jaksa Agung selaku pengendali kebijakan penuntutan, sesuai dengan asas single prosecution system (sistem penuntutan tunggal), sekaligus menempatkannya sebagai Penuntut Umum Tertinggi dalam suatu negara. Secara khusus tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji, dan menganalisa (1) implikasi yuridis terhadap peran Kejaksaan dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, (2) presensi single prosecution system Kejaksaan dalam pelaksanaan penuntutan tindak pidana korupsi, (3) konsep kebijakan penuntutan tindak pidana korupsi berdasarkan prinsip single prosecution system di masa datang. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Spesifikasi penelitian ini bersifat deskriptif analitis. Sumber data yang digunakan adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan: (1) Kewenangan jaksa penuntun umum dalam menangani tindak pidana korupsi diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHAP) dan UU Kejaksaan RI. Setelah berlakunya KUHAP terdapat pembagian tahapan tugas kejaksaan yakni tahap pra-penuntutan dan tahap penuntutan. Tetapi KUHAP sendiri memuat kedua tahapan ini dalam Bab Penuntutan yakni pada Bab XV. (2) Idealnya, terdapat pemisahan yang jelas antar sub sistem peradilan pidana sehingga tidak terjadi fenomena tumpang tindih kewenangan antar sub sistem tersebut. Contoh dalam hal penuntutan korupsi, terjadi tumpang tindih dalam hal penuntutan sebagaimana diatur melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi yang memberikan kewenangan pada KPK untuk melakukan penuntutan yang seharusnya menurut Pasal 13 KUHAP ditegaskan bahwa Penuntut Umum merupakan jaksa yang diberikan wewenang oleh Undang-Undang untuk melakukan penuntutan. (3) Secara gramatikal arti kalimat berdasarkan hukum acara pidana yang berlaku merujuk kepada KUHAP, karena selain KUHAP tidak ada lagi hukum acara pidana lain yang berlaku di Indonesia secara umum. Hal tersebut intepretasi bahwa terhadap tindak pidana korupsi, harus dilakukan penuntutan menurut Pasal 137 sampai 144 KUHAP oleh penuntut umum, dalam hal ini oleh Jaksa. Kata Kunci: Kejaksaan, Single Prosecution System, Korupsi.

Item Type: Thesis (Masters)
Subjects: K Law > K Law (General)
Divisions: Pascasarjana > Magister Ilmu Hukum
Depositing User: Pustakawan 3 UNISSULA
Date Deposited: 31 Aug 2023 04:31
Last Modified: 31 Aug 2023 04:31
URI: http://repository.unissula.ac.id/id/eprint/30852

Actions (login required)

View Item View Item