Nasekah, Dwi Robiatun (2023) FORMULASI PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PPAT DALAM PENERBITAN AKTA JUAL BELI TANAH. Masters thesis, Universitas Islam Sultan Agung Semarang.
Text
pernyataan_publikasi.pdf Restricted to Registered users only Download (64kB) |
|
Text
21301900117_fullpdf.pdf Download (1MB) |
Abstract
Akta jual beli tanah merupakan akta otentik yang memiliki nilai pembuktian sempurna kepada para pihak seperti disebutkan dalam Pasal 1870 KUHPerdata. Namun, dalam prakteknya pembuatan Akta Jual Beli adakalanya tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang telah ditetapkan, sehingga berisiko bagi kepastian hukum atas kepemilikan hak tanah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor apa saja yang menyebabkan Akta Jual Beli batal demi hukum dan bagaimana tanggung jawab PPAT atas Akta Jual Beli yang batal demi hukum. Penelitian ini adalah dengan pendekatan yuridis normative. Pengumpulan data primer dan sekunder diperoleh dengan teknik wawancara dan studi pustaka, kemudian dianalisis dengan metode analisis kualitatif. Objek yang dapat diperjualbelikan terhadap harta benda yang berupa tanah dapat berasal dari harta pribadi dan harta perkawinan. Analisa pada studi putusan No.32/Pdt-G/2011/PN-BNA, batalnya akta jual beli dikarenakan almarhum istri penggugat menjual objek tanah tanpa adanya persetujuan dari penggugat selaku suami. Merujuk pada bunyi Pasal 1320 KUHPer mengenai syarat sahnya suatu perjanjian. Di mana dalam kasus ini tidak adanya kata sepakat antara pemilik tanah, yaitu suami dan istri sebagai pemegang hak atas tanah yang sah kepada pembeli. Suami tidak mengatakan sepakat ataupun memberikan persetujuan atas perjanjian jual beli tanah tersebut, walaupun sertipikat atas tanah tersebut tercantum atas nama istri dan sudah disepakati oleh istri sebagai penjual dan pembeli. Mengenai batalnya Akta Jual Beli pada putusan tersebut, maka PPAT dikenai tanggung jawab administrasi sebagaimana dijelaskan dalam bunyi Pasal 62 PP Nomor 24 Tahun 1997 yang berbunyi bahwa “PPAT yang dalam melaksanakan tugasnya mengabaikan ketentuan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, Pasal 39 dan Pasal 40 serta ketentuan dan petunjuk yang diberikan oleh Menteri atau Pejabat yang ditunjuk dikenakan tindakan administratif berupa teguran tertulis sampai pemberhentian dari jabatannya sebagai PPAT, dengan tidak mengurangi kemungkinan dituntut ganti kerugian oleh pihak-pihak yang menderita kerugian yang diakibatkan oleh diabaikannya ketentuan-ketentuan tersebut”. Formulasi pertanggungjawaban PPAT di masa mendatang merujuk pada Wet Van 25 Ventose Jaar Xi Op Het Notarisambt di atas. Sebagaimana bunyi Art 96 dan 97 Wet Van 25 Ventose Jaar Xi Op Het Notarisambt menjelaskan bahwa pertanggungjawaban notaris/PPAT dapat dikenai pertanggungjawaban secara pidana dan administrasi secara bersama-sama. Untuk PPAT, hendaknya PPAT lebih giat lagi mempelajari hukum kenoktariatan dan semua regulasi yang terkait, karena hukum peraturan selalu berubah dan mungkin bertambah. Selain itu, masyarakat yang akan melakukan transaksi jual beli tanah diharapkan dapat memenuhi asas terang dan tunai dalam pelaksanaan akta jual beli, terang tersebut apabila tanah yang akan dibeli merupakan harta besama maka perlu persetujuan suami dan istri, tidak dapat apabila salah satu saja. Keyword : Peralihan Tanah, Sengketa Tanah, PPAT
Item Type: | Thesis (Masters) |
---|---|
Subjects: | K Law > K Law (General) |
Divisions: | Pascasarjana Pascasarjana > Magister Kenotariatan |
Depositing User: | Pustakawan Reviewer UNISSULA |
Date Deposited: | 25 Aug 2023 06:38 |
Last Modified: | 25 Aug 2023 06:38 |
URI: | http://repository.unissula.ac.id/id/eprint/30785 |
Actions (login required)
View Item |