REKONSTRUKSI REGULASI PERLINDUNGAN DEBITUR ATAS HAK PEMAILITAN KREDITUR SEPARATIS DALAM HUKUM KEPAILITAN YANG BERBASIS NILAI KEADILAN

Rusdiannor, Achmad (2022) REKONSTRUKSI REGULASI PERLINDUNGAN DEBITUR ATAS HAK PEMAILITAN KREDITUR SEPARATIS DALAM HUKUM KEPAILITAN YANG BERBASIS NILAI KEADILAN. Doctoral thesis, Universitas Islam Sultan Agung Semarang.

[img] Text
10302000127_fullpdf.pdf

Download (2MB)
[img] Text
publikasi.pdf
Restricted to Registered users only

Download (2MB)

Abstract

kedudukan perlindungan debitur dalaM pelaksanaan kepailitan yang dilakukan oleh kreditur separatis terhadap kreditur menjadi lemah, hal ini dikarenakan tidak adanya upaya hukum yang dapat dilakukan oleh debitur ketika kepailitan telah dinyatak berlaku terhadap dirinya. Adapaun persoalan yang akan dibahas dalam jurnal ini ialah Mengapa regulasi perlindungan debitur atas hak pemailitan kreditur separatis dalam hukum kepailitan saat ini belum berkeadilan? Bagaimanakah kelemahan-kelemahan terkait regulasi perlindungan debitur atas hak pemailitan kreditur separatis dalam hukum kepailitan saat ini? Bagaimana rekonstruksi regulasi perlindungan debitur atas hak pemailitan kreditur separatis dalam hukum kepailitan yang berbasis nilai keadilan? Adapun Tujuan dari penelitian disertasi ini ialah 1) Menganalisis mengapa perlindungan debitur atas hak kreditur separatis akibat wanprestasi debitur belum berkeadilan; 2) Menganalisis faktor-faktor apasaja yang mempengaruhi perlindungan debitur atas hak kreditur separatis akibat wanprestasi debitur; 3) Merekonstruksi perlindungan debitur atas hak kreditur separatis akibat wanprestasi debitur yang sesuai dengan azas keadilan. Adapun metode pendekatan yang digunakan dalam penulisan ini ialah pendekatan yuridis sosiologis. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dalam disertasi ini maka ditemukan fakta bahwa 1) Pelaksanaan kepailitan sebagaimana dimaksudkan Pasal 55dan Pasal 56 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 belumlah berkeadilan bagi debitor, mengingat bahwa kedua pasal tersebut hanya bertitik pangkal pada keberadaan utang dari debitor dan terkait kedudukan solven atau insolven berdasarkan pandangan kreditor semata. Hal ini jelas terjadi dikarenakan pada Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tidak menganut adanya sistem balance sheet test dimana sebelum dinyatakan pailit maka perlu dilakukan tes terhadap kondisi debitor apakah benar-benar insolven atau sebenarnya masih solven. 2) Adapun faktor-faktor yang mengakibatkan hukum kepailitan selama ini belum berkeadilan bagi debitor adalah faktor hukum yaitu berupa adanya ketentuan Pasal 55dan Pasal 56 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 yang tidak berkeadilan bagi debitor, faktor pelaksanaan hukum yaitu berupa adanya budaya hakim sebagai corong undang- undang padahal diketahui bersama bahwa pintu keadilan dalam kasus kepailitan adalah pada putusan hakim. 3) Sehingga untuk itu perlu dilakukan rekonstruksi terhadap Pasal 55dan Pasal 56 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004. Sehingga ketentuan Pasal 55dan Pasal 56 Undang- Undang Nomor 37 Tahun 2004 menjadi berbunyi:Pasal 55 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004: 1) Dengan tetap memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56, Pasal 57, dan Pasal 58, setiap Kreditor pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan. 2) Dalam hal penagihan suatu piutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136 dan Pasal 137 maka mereka hanya dapat berbuat demikian setelah dicocokkan penagihannya dan hanya untuk mengambil pelunasan dari jumlah yang diakui dari penagihan tersebut. 3) Dalam hal sebelum dilakukan eksekusi sebagaimana dimaksudkan ayat (1) maka debitor harus mampu dibuktikan secara sah dan meyakinkan dalam keadaan insolven atau tidak memiliki kemampuan lagi untuk melunai utangnya kepada kreditur.Pasal 56 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004: 1) Hak eksekusi Kreditor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat 1) dan hak pihak ketiga untuk menuntut hartanya yang berada dalam penguasaan Debitor Pailit atau Kurator, ditangguhkan untuk jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan. 2) Penangguhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga berlaku terhadap tagihan Kreditor yang dijamin dengan uang tunai dan hak Kreditor untuk memperjumpakan utang. Kata Kunci: Debitur, Kepailitan, Kreditur Separatis, Rekonstruksi

Item Type: Thesis (Doctoral)
Subjects: K Law > K Law (General)
Divisions: Fakultas Hukum
Pascasarjana > Program Doktor Ilmu Hukum
Depositing User: Pustakawan 1 UNISSULA
Date Deposited: 12 Jan 2023 03:15
Last Modified: 12 Jan 2023 03:15
URI: http://repository.unissula.ac.id/id/eprint/26644

Actions (login required)

View Item View Item