DEWANDARU, LAKSAMANA BAGAS (2022) KEBIJAKAN KEWENANGAN JAKSA DALAM PENGHENTIAN PENUNTUTAN BERDASARKAN KEADILAN RESTORATIF PADA SISTEM PERADILAN PIDANA DI INDONESIA. Masters thesis, Universitas Islam Sultan Agung Semarang.
Text
20302000180_fullpdf.pdf Download (1MB) |
|
Text
publikasi.pdf Restricted to Registered users only Download (67kB) |
Abstract
Kebijakan kewenangan Jaksa dalam penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif pada sistem peradilan pidana yakni berdasarkan asas oppurtunitas yakni Kejaksaan merupakan satu-satunya Lembaga Negara pengendali perkara atau memiliki kewenangan untuk melanjutkan atau tidak berkas perkara ke Pengadilan berdasarkan ketentuan Undang-Undang. Kewenangan ini diimplikasikan dalam bentuk Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 Tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Metode pendekatan yang digunakan yuridis normatif. Spesifikasi bersifat deskriptif analitis. Jenis data adalah data sekunder, dibedakan menjadi bahan hukum yang berasal dari hukum dan ilmu pengetahuan hukum. Metode pengumpulan data melalui studi kepustakaan dan wawancara dengan metode analisis data adalah analisis kualitatif. Menurut teori kewenangan, Kewenangan Jaksa yang terdapat dalam Undang- Undang Kejaksaan termasuk dalam atribusi, yaitu pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat undang-undang kepada organ pemerintahan. Pada teori pemidanaan Islam, kewenangan untuk menghentikan penuntutan berdasarkan keadilan restoratif termasuk sebagai special prevention (pencegahan khusus) dan menurut sejarah perkembangan Islam maka termasuk dalam Memperbaiki si pelaku tindak kejahatan (rehabilitation of the criminal). Pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti, ditemukan adanya kendala dalam penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif di Kejaksaan Negeri Banggai yakni berdasarkan surat ketetapan Kepala Kejaksaan Negeri Banggai Nomor B-748/P.2.11/Eoh.2/11/2021 yakni Jarak tempuh para pihak yang berperkara dengan kantor Kejaksaan Negeri Banggai cukup jauh, dengan kondisi infrastruktur jalan yang kurang baik. Tindak pidana yang dilakukan adalah kekerasan dalam rumah tangga mengakibatkan sulitnya untuk dilakukan upaya damai, sehingga secara kasuistis waktu yang diberikan sangat terbatas. Apabila ditarik dari teori penegakan hukum maka kendala tersebut masuk dalam budaya hukum dan substansi hukum. Dimasa mendatang, waktu upaya perdamaian dapat lebih dari 14 hari dengan pertimbangan hambatan yang terdapat dalam rumusan kedua. Perpanjangan waktu 1 minggu dapat diberikan apabila menurut Penuntut umum dalam nota pendapatnya terdapat potensi upaya perdamaian walaupun setelah dianalisa melampaui waktu 14 hari, sehingga perpanjangan waktu 1 minggu tetap menjaga asas kepastian hukum. Penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif diatur pada Peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi kedudukannya dari Peraturan Jaksa Agung. Dengan kata lain, sudah seharusnya produk Kejaksaan ini dapat dimuat dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Undang-Undang Kejaksaan. Kata Kunci : Kebijakan, Kewenagan Jaksa, Sistem Peradilan Pidana
Item Type: | Thesis (Masters) |
---|---|
Subjects: | K Law > K Law (General) |
Divisions: | Fakultas Hukum Pascasarjana > Magister Ilmu Hukum |
Depositing User: | Pustakawan 1 UNISSULA |
Date Deposited: | 11 Jan 2023 06:30 |
Last Modified: | 11 Jan 2023 06:30 |
URI: | http://repository.unissula.ac.id/id/eprint/26519 |
Actions (login required)
View Item |