Rekonstruksi Kewenangan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Dalam Penyelesaian Sengketa Konsumen Yang Berbasis Nilai Keadilan

Rahmayani, Nuzul (2019) Rekonstruksi Kewenangan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Dalam Penyelesaian Sengketa Konsumen Yang Berbasis Nilai Keadilan. Doctoral thesis, Universitas Islam Sultan Agung.

[img] Text
cover.pdf

Download (1MB)
[img] Text
abstrak.pdf

Download (176kB)
[img] Text
daftar isi.pdf

Download (177kB)
[img] Text
publikasi.pdf

Download (587kB)
[img] Text
bab I.pdf

Download (546kB)
[img] Text
bab II.pdf
Restricted to Registered users only

Download (562kB)
[img] Text
bab III.pdf
Restricted to Registered users only

Download (553kB)
[img] Text
bab IV.pdf
Restricted to Registered users only

Download (888kB)
[img] Text
bab V.pdf
Restricted to Registered users only

Download (424kB)
[img] Text
bab VI.pdf
Restricted to Registered users only

Download (173kB)
[img] Text
daftar pustaka.pdf

Download (321kB)

Abstract

Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, merupakan bagian yang sangat penting dalam sistem perlindungan konsumen di Indonesia. Namun, berbagai kelemahan serta kendala menjadikan peran dan kewenangannya menjadi lemah. Oleh sebab itu, diperlukan langkah perbaikan agar kewenangan BPSK menjadi lebih kuat untuk menjamin penyelesaian sengketa yang lebih berkualitas. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah, pertama bagaimanakah konstruksi kewenangan BPSK dalam penyelesaian sengketa konsumen di Indonesia pada saat ini? Kedua, faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan lemahnya kewenangan BPSK dalam penyelesaian sengketa konsumen di Indonesia? Ketiga, bagaimanakah rekonstruksi ideal kewenangan BPSK dalam penyelesaian sengketa konsumen yang berbasis nilai keadilan di Indonesia? Untuk menjawab rumusan maslah tersebut, penulis menggunakan metode jenis penelitian yuridis sosiologis dengan pendekatan sosiologi hukum. Adapun teori yang digunakan untuk menganalisis permasalahan adalah: pertama, teori keadilan sebagai grand theory. Kedua, teori sistem hukum sebagai middle theory. Ketiga, teori hukum progresif sebagai middle theory. Keempat, teori kewenangan sebagai applied theory. Kelima, teori bekerjanya hukum sebagai applied theory. Hasil penelitian yang didapatkan adalah: Pertama, konstruksi kewenangan BPSK dalam penyelesaian sengketa konsumen saat adalah: Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) memiliki kewenangan umum menyelesaikan sengketa konsumen di luar pengadilan. Selain itu, BPSK memiliki sejumlah kewenangan khusus yaitu : (1)menerima permohonan penyelesaian sengketa. (2) memeriksa dan menyelesaikan sengketa konsumen. (3) memutus dan menetapkan ada atau tidaknya kerugian di pihak konsumen. (4), menjatuhkan sanksi administrasi kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan UUPK. Dalam pelaksanaan kewenangan tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat sejumlah kendala. Misalnya penerapan kewenangan relatif yang tidak tepat, terjadinya tumpang tindih pengaturan terkait penlaksanaan sengketa konsumen dibidang syariah pada UUPK dan UU Peradilan Agama, terdapat praktek penyelesaian sengketa konsumen melalui arbitrase yang tidak sesuai dengan konsep hukum yang ada, ketidakpatuhan pelaku usaha terhadap panggilan BPSK, rentang waktu yang relatif pendek untuk menyelesaikan sengketa konsumen, pembatalan putusan arbitrase BPSK terkait wanprestasi oleh pengadilan negeri dan mahkamah agung, terdapat praktik dimana BPSK melampaui kewenangannya dalam menjatuhkan sanksi kepada konsumen. Kedua, faktor-faktor penyebab lemahnya kewenangan BPSK di Indonesia adalah: (1) dari substansi hukum kedudukan BPSK melemah pasca berlakunya UU 23/2014 tentang Pemerintah Daerah, terdapat tumpang tindih pengaturan hukum acara di BPSK dengan peraturan perundan-undangan lain ataupun konsep hukum secara umum, tumpangtindihnya pengaturan kewenangan penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan pada sektor jasa keuangan antara BPSK dan LAPS. (2) dari struktur hukum, terbatasnya kualitas dan kuantitas sumber daya manusia di BPSK, pembentukan BPSK yang masih minim dan tidak merata, lemahnya pengawasan dan pembinaan BPSK, egosentris kelembagaan, terdapatnya tugas yang kurang relevan dengan kewenangan utama BPSK, rendahnya keberpihakan pemerintah daerah dan DPRD dalam pembiayaan operasional BPSK, masih bermasalahnya pendataan dan administrasi di BPSK, tidak meratanya LPKSM di daerah. (3), dari budaya hukum, rendahnya tingkat keberdayaan konsumen Indonesia, budaya hukum pelaku usaha. Ketiga, rekonstruksi ideal kewenangan BPSK dalam menyelesaikan sengketa konsumen yang berbasis nilai keadilan adalah: Pertama, menambahkan “Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan biaya ringan” pada Pasal 2 UUPK. Kedua, ketentuan pasal 52 huruf (a) UUPK diganti menjadi penanganan penyelesaian sengketa konsumen secara berjenjang, dimana prosesnya dimulaidengan mediasi, dan jika tidak tercapai maka dilanjut dengan arbitrase atau diskresi BPSK. Ketiga, Ketentuan pasal 52terkait kewenangan BPSK ditambah yaitu “Melakukan eksekusi terhadap putusannya”. Keempat, Pasal 56 ayat (2) UUPK dihapus, agar putusan BPSK menjadi final dan mengikat. Kelima, harus ada pasal yang mengatur bahwa Putusan BPSK harus memuat kepala putusan yang berbunyi: “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”, agar putusan tersebut mempunyai kekuatan eksekutorial. Selain itu, juga diperlukan “asas konsolidasi”, dimana dalam UUPK diatur hukum materil sekaligus hukum acara secara sekaligus. Kata kunci: BPKS, Penyelesaian Sengketa Konsumen, Nilai Keadilan.

Item Type: Thesis (Doctoral)
Subjects: K Law > K Law (General)
Divisions: Fakultas Hukum
Pascasarjana > Program Doktor Ilmu Hukum
Depositing User: Pustakawan 3 UNISSULA
Date Deposited: 10 Mar 2020 06:28
Last Modified: 10 Mar 2020 06:28
URI: http://repository.unissula.ac.id/id/eprint/17269

Actions (login required)

View Item View Item