STUDI ANALISIS TERHADAP PENDAPAT IMAM SYAFI’I DAN KIAI HAJI SAHAL MAHFUDH TENTANG WALI MUJBIR

LUTHFI, MUHAMMAD AGUS SHOHI (2018) STUDI ANALISIS TERHADAP PENDAPAT IMAM SYAFI’I DAN KIAI HAJI SAHAL MAHFUDH TENTANG WALI MUJBIR. Undergraduate thesis, Fakultas Agama Islam.

[img]
Preview
Text
Abstrak.pdf

Download (267kB) | Preview
[img]
Preview
Text
BabI.pdf

Download (454kB) | Preview
[img] Text
BabII.pdf
Restricted to Registered users only

Download (546kB)
[img] Text
BabIII.pdf
Restricted to Registered users only

Download (830kB)
[img] Text
BabIV.pdf
Restricted to Registered users only

Download (457kB)
[img] Text
BabV.pdf
Restricted to Registered users only

Download (192kB)
[img]
Preview
Text
Cover.pdf

Download (1MB) | Preview
[img]
Preview
Text
Daftar_pustaka.pdf

Download (93kB) | Preview
[img]
Preview
Text
Daftarisi.pdf

Download (198kB) | Preview
[img]
Preview
Text
Lampiran.pdf

Download (743kB) | Preview
[img]
Preview
Text
Pernyataan_publikasi.pdf

Download (361kB) | Preview

Abstract

Pernikahan merupakan persoalan yang sangat penting di masyarakat. Hukum-hukum baik itu positif ataupun normatif telah banyak mengatur dalam hal ini yaitu hukum agama, negara dan adat. Disatu sisi terdapat perbedaan dalam hukum yang dihasilkan oleh masing-masing metode pengambilan hukumnya. Sedangkan disisi lain masih ditemukan beberapa praktik kawin paksa yang berlandaskan konsep wali mujbir Imam Syafi’i. Namun dalam kondisi seperti ini konsep tersebut bertentangan dengan hak asasi manusia khususnya bagi perempuan dalam pemilihan calon pendamping hidup. Berdasarkan problematika di atas, maka skripsi ini membahas tentang wali mujbir perspektif Imam Syafi’i dan Kiai Haji Sahal Mahfudh. Bukan hanya itu skripsi ini juga akan meniliti bagaimana relevansi konsep wali mujbir perspektif kedua tokoh di atas dalam konteks ke-Indonesiaan. Imam Syafi’i merupakan tokoh yang berpendapat bahwa walilah yang menjadi subyek keberlangsungan pernikahan. Menurut beliau ayah atau kakek dari gadis yang akan di nikahkan tersebut dianggap lebih berpengalaman dan anak gadis masih belum tahu sama sekali tentang dinamika yang akan terjadi dalam pernikahan. Disisi lain kiai Sahal mengungkapkan bahwa meminta izin kepada anak gadis sebelum dinikahkan adalah sunnah. Dan beliau beranggapan alangka¬¬h lebih baik s¬eorang wali meminta izin atau persetujuan terlebih dahulu kepada anak gadis yang akan dinikahkan sebelum dinikahkan. Karena kiai Sahal mengompromikan dua pendapat antara pendapat Imam Syafi’i dan Imam Hanafi yang menolak adanya hak ijbar bagi wali. Pendapat Imam Hanafi ini juga di amini oleh peraturan perundang-undangan tentang perkawinan yang berlaku di Indonesia yaitu Undang-Undang Nomer 1 tahun 1974 tentang perkawinan dan kompilasi Hukum Islam (KHI) yang tidak mengakui adanya hak ijbar wali. Jadi bisa dikatakan konsep wali mujbir Imam Syafi’i dimata hukum postif Indonesia tidak di akui, namun dalam prakteknya masih ditemukan hal yang demikian. Maka dari itu untuk mencegah hal-hal buruk yang akan terjadi akibat dari pemaksaan perkawinan tersebut diperlukan persetujuan terlebih dahulu kepada calon mempelai yang akan menikah. Kata kunci: Imam Syafi’i, KH. Sahal Mahfudh, Wali Mujbir.

Item Type: Thesis (Undergraduate)
Subjects: B Philosophy. Psychology. Religion > BL Religion
Divisions: Fakultas Agama Islam
Fakultas Agama Islam > Syari'ah (Ahwal Syakhshiyah)
Depositing User: Pustakawan 1 UNISSULA
Date Deposited: 30 Apr 2019 02:01
Last Modified: 30 Apr 2019 02:01
URI: http://repository.unissula.ac.id/id/eprint/12484

Actions (login required)

View Item View Item